Internasional

Kutukan Perang Hampiri Rusia, Dompet Putin Jebol-Masa Depan Suram

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
08 August 2025 14:32
Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin rapat Dewan Keamanan di kediaman Novo-Ogaryovo di luar Moskow, Rusia, Jumat, 14 Maret 2025. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin rapat Dewan Keamanan di kediaman Novo-Ogaryovo di luar Moskow, Rusia, Jumat, 14 Maret 2025. (AP/Mikhail Metzel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Rusia kembali menerima pukulan telak seiring dengan anjloknya pendapatan dari dua komoditas ekspor terpentingnya, minyak dan gas. Data Kementerian Keuangan Rusia yang dirilis Kamis (7/8/2025) mengatakan bahwa pada bulan Juli, pendapatan gabungan dari sektor ini adalah 787,3 miliar rubel (Rp 128,14 triliun) atau turun 27% dibandingkan tahun lalu.

Mengutip Express, sepanjang tahun ini, total pendapatan minyak dan gas telah menurun 38% menjadi 6.341 miliar rubel (Rp1.031,6 triliun). Sebanyak 5.434 miliar rubel (sekitar Rp884,5 triliun) di antaranya berasal dari perusahaan minyak, menurun 36% dari tahun sebelumnya.

Pendapatan dari gas juga turun drastis sebesar 53% menjadi hanya 51,1 miliar rubel (sekitar Rp8,3 triliun). Gazprom, perusahaan gas terbesar di dunia dari segi cadangan dan produsen utama di Rusia, melaporkan bahwa ekspor ke Eropa mencapai titik terendah sejak awal 1970-an.

Dengan situasi ini, Industri ini menghadapi ancaman dari berbagai sisi, terutama setelah Uni Eropa memperkenalkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia bulan lalu. Sanksi ini membatasi harga minyak per barel 15% di bawah rata-rata pasar global, yang memangkas pendapatan Rusia secara signifikan.


Analis Freedom Finance Global, Vladimir Chernov, memperkirakan langkah ini akan merugikan Rusia sebesar 1.500 miliar rubel (sekitar Rp244 triliun) per tahun, yang merupakan sekitar 18% dari target yang direvisi oleh Kementerian Keuangan.

"Langkah ini dapat memberikan tekanan signifikan terhadap perekonomian Rusia, terutama pendapatan federal," ujar Chernov.

"Risiko semakin meningkat karena negara tersebut masih bergantung pada pendapatan berbasis sumber daya dan ekspornya ke yurisdiksi di mana batas harga dapat diberlakukan melalui pembatasan asuransi, logistik, dan pembayaran."

Penurunan pendapatan ini terjadi di tengah defisit anggaran yang mengejutkan sebesar 3.700 miliar rubel (sekitar Rp602 triliun), setara dengan 1,7% dari PDB-nya, yang dilaporkan pada paruh pertama tahun ini. Kementerian Keuangan mengatakan pengeluaran fiskal pada paruh pertama tahun ini melonjak 20,2%, sementara pendapatan hanya naik 2,8%.


Rusia menaikkan perkiraan defisit anggaran untuk tahun ini dari 0,5% menjadi 1,7% dari PDB setelah perkiraan pendapatan energi dipotong 24% akibat harga minyak yang rendah dan nilai rubel yang anjlok.


(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Putin Dihantui 3 Malapetaka Sekaligus, Rusia OTW 'Masuk Jurang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular