Waspada! Harga Beras-BBM Jadi Momok Akhir Tahun Bagi Dompet Warga RI

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
08 August 2025 10:06
Penyaluran bantuan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum menjangkau seluruh pasar di Indonesia, terutama di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi Pranata)
Foto: Penyaluran bantuan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum menjangkau seluruh pasar di Indonesia, terutama di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi Pranata)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks kenaikan harga-harga atau inflasi berpotensi terkerek naik pada Agustus 2025, akibat ancaman terus tingginya harga beras hingga tambahan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

Berdasarkan kajian Inflasi Bulanan edisi Agustus 2025 LPEM FEB UI, inflasi tahunan pada Agustus ini berpotensi sedikit naik menjadi sekitar 2,37-2,52% yoy, seiring adanya juga base effect pada Agustus 2024. Sebagaimana diketahui, inflasi tahunan pada Juli 2025 mencatat angka tertinggi dalam 14 bulan terakhir, mencapai 2,37% yoy.

"Apabila gejolak harga pangan, terutama beras dan cabai, serta sisa efek penyesuaian BBM non-subsidi masih berlanjut, inflasi bisa kembali melonjak," dikutip dari riset yang dibuat oleh tim ekonom LPEM FEB UI itu, Jumat (8/8/2025).

LPEM FEB UI juga mewanti-wanti Efektivitas distribusi pasokan beras oleh Bulog berperan penting dalam menahan tekanan komponen harga bergejolak dalam beberapa bulan mendatang.

Sebab, sebagaimana diketahui, pada bulan Juli 2025, inflasi masih menunjukkan dominasi dari dua kelompok pengeluaran, yakni makanan, minuman, dan tembakau serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.

Secara umum, seluruh kelompok pengeluaran mencatatkan inflasi tahunan kecuali kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mencatat inflasi tahunan tertinggi sebesar 9,00% yoy dan memiliki andil sebesar 0,57% poin terhadap inflasi umum tahunan.

Hampir sebagian besar dari kontribusi tersebut atau sekitar 0,46% poin disumbang oleh tren peningkatan harga emas perhiasan yang berlanjut dari bulan lalu. Sisanya dapat disebabkan oleh sedikit penyesuaian harga jasa perawatan mengikuti kenaikan beban bahan bakar rumah tangga.

Sementara itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi umum. Kelompok ini mencatat inflasi tahunan sebesar 3,75% yoy yang memberikan andil 1,08 persen poin terhadap inflasi umum tahunan. Angka ini melonjak tajam dari inflasi yang hanya tercatat 1,99% yoy pada Juni 2025, sedangkan secara bulanan, kelompok ini mengalami inflasi 0,74% mtm, berbalik dari yang sebelumnya deflasi 0,97% mtm pada Juli 2024.

Tim ekonom LPEM FEB UI menganggap lonjakan signifikan ini mengindikasikan terjadi gejolak harga pangan yang lebih besar di luar faktor musiman, terutama didorong oleh lonjakan harga beras dan diikuti oleh tomat dan bawang merah yang masing-masing berkontribusi sebesar 0,05% poin. Ketiga komoditas tersebut tergolong kelompok barang bergejolak yang sangat sensitif terhadap musim panen dan gangguan rantai pasok, serta fluktuasi permintaan.

Oleh sebab itu, LPEM FEB UI menegaskan, kenaikan harga beras menjadi aktor penting dalam menjelaskan inflasi Juli 2025. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional dari Bank Indonesia (BI), di tingkat produsen, harga beras secara rata-rata naik 3,78% yoy sementara di tingkat perdagangan besar harga meningkat 3,56% yoy.

"Ini menunjukkan adanya margin smoothing oleh pedagang besar yang menahan laju kenaikan harga sebelum sampai ke pasar ritel serta menunjukkan bahwa tren meningkatnya harga beras dalam dua bulan terakhir bukan secara dominan disebabkan oleh distribusi dan logistik, melainkan faktor pasokan di tingkat produsen," tulis tim ekonom LPEM FEB UI.

Penting dicatat, muncul kelangkaan beras premium di ritel modern terjadi beberapa waktu belakangan ini. Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia pada Kamis (7/8/2025) di beberapa gerai ritel modern kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, rak-rak beras tampak kosong. Baik gerai Alfamart maupun Indomaret tidak lagi menjual beras premium maupun beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Di gerai Alfamart, satu-satunya beras yang tersisa hanya beras merah. Rak khusus untuk karung 5 kilogram (kg) yang biasanya diisi merek-merek premium seperti Sania maupun SPHP tampak benar-benar kosong. "Kosong. Sama sekali nggak ada stoknya," ujar seorang pegawai Alfamart saat dikonfirmasi di lokasi.

Ia mengungkapkan, kekosongan terjadi karena beberapa merek beras ditarik dari pasaran buntut kasus dugaan beras tidak sesuai mutu dan takaran yang sempat heboh diungkap oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman. "Kemarin karena yang kasus itu berasnya ditarik ke gudang. Katanya di-retur ke distributornya. Dengar-dengar sih sampai ratusan juta," ungkapnya.

Saat ditanya soal merek lain, pegawai tersebut menyebutkan bahwa beras-beras lain yang sempat tersedia juga kini sudah habis. "Merek lain minggu-minggu kemarin masih ada. Tapi sekarang stoknya habis, karena kan nggak ada barang baru lagi masuk," ucap dia.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada! Harga Beras & Minyakita Merangkak Naik, Ini Datanya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular