Kisah Pilu UMKM Kopi RI, Jadi Korban Tarif 19% dari AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan tarif impor sebesar 19% dari pemerintah Amerika Serikat membuat eksportir dalam negeri kesulitan menjaga daya saing produk di pasar global.
Teluk Gayo, sebuah UMKM produsen kopi binaan Bank Indonesia berasal dari Gayo, Aceh harus membatalkan pengiriman ke Amerika Serikat akibat penetapan tarif 19%.
Pemilik Teluk Gayo, Iqbal Arisa menjelaskan bahwa para pembeli dari Amerika Serikat, menginginkan harga pembelian biji kopi sudah termasuk dalam tarif impor.
Sementara satu kontainer kopi bisa bernilai hingga Rp 2,5 miliar. Dengan beban tarif impor sebesar 19%, margin keuntungan menjadi sangat tipis bahkan berisiko merugi.
"Jadi buyer yang di Amerika itu dia gak mau bayar tarif impor yang di Amerika. Mayoritas gitu. Jadi mereka maunya harga deal kopi itu dimasukin ke tarif si import. Itu kan merugikan kami sebagai eksportir," ujar Iqbal kepada CNBC Indonesia, Kamis (7/8/2025).
"Jadi ya kami kemarin akhirnya gak mau kirim. Kami juga gak mau rugi kan," ujarnya.
Mayoritas produksi Teluk Gayo merupakan biji kopi dengan jenis green bean. Hampir seluruh produksi Teluk Gayo, diekspor ke luar negeri khususnya ke China, Jepang, dan Amerika Serikat.
Dengan terhambatnya akses ke pasar Amerika Serikat, Iqbal berharap pemerintah lebih aktif membuka akses ke pasar-pasar baru di kawasan lain seperti Asia Selatan, Asia Tengah bahkan Eropa.
Pasalnya, menurut Iqbal, pasar kopi domestik belum sekuat pasar luar negeri,terutama dari sisi permintaan.
"Apalagi kalau di pasar lokal kebanyakan masih speciality juga. Kalau di luar kan mereka udah pake espresso, pake mesin. Jadi kan lebih cepat dan permintaannya lebih banyak," ujarnya.
Kopi yang diproduksi oleh Teluk Gayo memiliki berbagai grade, mulai dari grade 1 hingga grade 5. Harga green bean yang dijual berkisar dari Rp 85 ribu per kilogram untuk grade 3, hingga lebi tinggu untuk grade yang lebih premium.
Masing-masing negara tujuan ekspor memiliki preferensi sendiri dalam biji kopi. Seperti pembeli dari China, menyukai jenis kopi semi-washed dan kopi luwak liar.
"Karena kan petani di sana jualnya cherry. Jadi cherry-nya itu kita proses jadi gabah, kayak gini gabah luwak liar. Ini green bean-nya, jadi green bean-nya yang kita jual," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan pemerintah masih melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat untuk memberikan tarif impor 0% bagi beberapa komoditas unggulan Indonesia. Seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), kakao, hingga kopi juga tengah diperjuangkan mendapat tarif ekspor nol persen.
"Jadi kita kan kena 19%. Tapi kita mengupayakan komoditas yang tidak diproduksi oleh Amerika itu kita dapat 0%. Seperti kakao, kemudian sawit, dan beberapa lah, kopi juga ada," kata Budi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
(haa/haa)