Investor Baru Masuk, Pengusaha Tekstil Teriak Banyak Pabrik Tutup

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
05 August 2025 10:50
PT Xinhai Knitting Indonesia resmi membangun pabrik tekstil modern di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025). (Dok. Pemerintah Kebupaten Brebes)
Foto: PT Xinhai Knitting Indonesia resmi membangun pabrik tekstil modern di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025). (Dok. Pemerintah Kebupaten Brebes)

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi baru di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mengalir, namun para pelaku industri mengaku kondisi sektor ini belum benar-benar membaik.

Sejumlah pengusaha menilai penambahan investasi belum mampu mengimbangi gelombang penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil Syauqi mengatakan, tren PHK masih berlanjut di tahun 2025 meskipun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya, lantaran sudah banyak perusahaan yang tumbang di tahun 2023 dan 2024.

"Tambahan investasi yang masuk sebesar Rp10,2 triliun (di tahun 2024) patut kita syukuri, meski belum bisa menggantikan investasi yang setop baik dari sisi produksi maupun sisi penyerapan tenaga kerja," ujar Farhan dalam keterangannya, dikutip Selasa (5/8/2025).

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), realisasi investasi di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki tercatat mengalami lonjakan tajam sebesar 124,9% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan nilai mencapai Rp4,53 triliun. Investasi ini juga disertai penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.907 orang.

Untuk mendorong sektor TPT agar kembali tumbuh, sambungnya, dibutuhkan investasi yang lebih besar serta penguatan integrasi industri, terutama di tengah kesepakatan dagang seperti tarif resiprokal dan IEU-CEPA.

"Jadi yang kita perlukan aggregate-nya, karena yang terjadi saat ini ada investasi baru tapi lebih besar investasi yang idle karena pabriknya setop sementara bahkan tutup. Maka wajar kalau secara nasional utilisasi kita masih dalam tren turun, karena aggregate pertumbuhan investasinya jadi negatif," jelasnya.

Ia juga menyoroti perlunya jaminan pasar untuk menjaga keberlanjutan investasi. Namun kenyataannya, pasar domestik justru dibanjiri produk impor.

"Jangankan pasar ekspor yang sangat banyak tantangan dan hambatan, pasar dalam negeri pun dibanjiri produk impor," tegas dia.

Utilisasi Pabrik Minim

Hal serupa diungkapkan Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman. Menurutnya, utilisasi industri garmen skala kecil dan menengah yang mengandalkan pasar domestik masih rendah, dan bahkan belum mencapai 50%.

"Hingga saat ini utilisasi nasional industri garmen menengah kecil yang berorientasi pasar domestik masih berada di bawah 50%. Kita bisa lihat secara gamblang baik di toko offline maupun online dipenuhi oleh barang impor," ujar Nandi.

Nandi menyampaikan, meski jumlah pelaku usaha konveksi bertambah akibat gelombang PHK, kondisi usahanya belum membaik.

"Dalam 2 tahun terakhir memang anggota kami bertambah karena banyak di antara karyawan yang di-PHK banting setir jadi pengusaha konveksi, tapi kondisinya sama, ordernya masih minim," tambahnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemenperin Bantah Industri Tekstil RI Merana, Bilang Ini yang Terjadi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular