
Maaf! Kemenperin Tak Pakai Data PMI Manufaktur Lembaga Asing, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar buruk datang dari sektor manufaktur Indonesia. Laporan S&P Global yang dirilis hari ini, Jumat (1/8/2025) menunjukkan, data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia bulan Juli 2025 ada di 49,2.
Level di bawah 50 berarti mengalami kontraksi. Data Juli 2025 ini mengonfirmasi, PMI manufaktur RI sudah terkontraksi selama empat bulan beruntun. Tercatat, PMI bulan April 2025 ada di level 46,7, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni (46,9), dan Juli (49,2).
Juru Bicara (Jubir) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, mengindikasikan geliat sektor industri dalam negeri mulai bangkit. Apalagi, PMI manufaktur Indonesia bulan Juli mampu melampaui PMI manufaktur Jepang (48,8), Prancis (48,4), Inggris (48,2), Korea Selatan (48,0), dan Taiwan (46,2).
"Perbaikan angka PMI ini merupakan refleksi dari membaiknya sentimen pelaku industri dalam beberapa pekan terakhir. PMI naik karena beberapa minggu terakhir terdapat dinamika kebijakan yang membuat pelaku industri lebih optimistis," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (1/8/2025).
"Optimisme para pelaku industri dalam negeri itu karena di antaranya terjalin kesepakatan tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Berkat kepiawaian Bapak Presiden Prabowo dalam bernegosiasi, Indonesia berhasil memperoleh tarif yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Hal ini menjadi modal penting bagi peningkatan daya saing industri nasional," tambahnya.
Meski begitu, Febri menegaskan, Kemenperin tidak pernah menggunakan hasil PMI manufaktur sebagai dasar analisis atau perumusan kebijakan.
"Kami menghargai hasil survei PMI sebagai referensi umum, namun dalam merumuskan kebijakan, Kemenperin menggunakan Indeks Kepercayaan Industri (IKI). Jumlah perusahaan industri yang jadi sampel rata-rata 3.100 perusahaan sementara survey PMI S&P
Global tidak lebih dari 500 perusahaan industri. Dengan IKI, kita mengetahui kinerja masing-masing subsektor Industri Pengolahan Non Migas," jelasnya.
Kata dia, IKI dihimpun berdasarkan survei langsung kepada pelaku industri dari 23 subsektor manufaktur, mencakup aspek produksi, permintaan ekspor dan domestik, utilisasi kapasitas, tenaga kerja, hingga ekspektasi bisnis ke depan.
Disebutkan, IKI lebih representatif untuk kepentingan kebijakan karena didasarkan pada data primer dan dianalisis dalam konteks kebutuhan nasional, tidak semata-mata mengikuti indikator global seperti PMI.
"IKI jauh lebih komprehensif karena melibatkan responden lebih banyak, dan kami melengkapi dengan data IKI ekspor dan domestik, serta analisis yang mendalam terhadap tren dan tantangan aktual di lapangan," tukasnya.
"Indikator IKI juga mencerminkan kondisi industri yang lebih representatif secara nasional karena melibatkan jumlah responden yang lebih besar dan pendekatan sektoral yang rinci," sambungnya.
IKI Juli 2025: Ekspansif
Sebelumnya, dalam jumpa pers pemaparan IKI Juli 2025, Kamis (31/7/2025), Febri menjabarkan, IKI pada Juli 2025 berada pada fase ekspansi, yakni di level 52,89. Angka ini mengalami kenaikan dari sebelumnya pada Juni lalu yang mencapai 51,84.
Selain itu, nilai IKI juga meningkat dibandingkan dengan periode Juli 2024 yang berada di angka 52,4, atau naik 0,49 poin.
Lebih lanjut, IKI sektor industri berorientasi ekspor tercatat sebesar 53,35 (naik 1,16 poin dari Juni 2025), dan sektor domestik mencapai 52,16 (naik 0,84 poin dari Juni 2025). Hal ini terjadi karena adanya momentum libur anak sekolah dan tahun ajaran baru pada Juli 2025.
"Pada Juli 2025, kami mencatat berbagai peristiwa penting yang berkaitan dengan industri manufaktur Indonesia, yakni liburan sekolah, tahun ajaran baru, dan kesepakatan dagang yang dihasilkan oleh Presiden Prabowo dengan Presiden Donald Trump," bebernya.
Menurut Febri, posisi IKI yang masih di fase ekspansi ini menunjukkan ketangguhan sektor manufaktur nasional dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan persaingan di pasar domestik.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: RI Cetak Rekor PMI Saat Dihantam Badai PHK, Kok Bisa?
