Fenomena Rojali Marak, Kemendag Beri Respons Mengejutkan-Ucap Ini

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
31 July 2025 18:06
Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi maraknya fenomena "Rojali" atau rombongan jarang beli dan "Rohana" atau rombongan hanya nanya-nanya yang belakangan terlihat di sejumlah pusat perbelanjaan. Akibatnya, meski terlihat mal ramai pengunjung tapi minim transaksi.

Kemendag menegaskan hal itu bukan pertanda melemahnya daya beli masyarakat.

"Daya beli itu kan ada peningkatan 1,9% year on year (yoy). Jadi saya bisa berargumen berdasarkan data itu saja. Seharusnya sih daya beli kita nggak terganggu (sejalan dengan maraknya fenomena Rojali)," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan saat ditemui di kantornya, Kamis (31/7/2025).

Adapun fenomena Rojali sendiri merujuk pada kebiasaan masyarakat datang ke mal tanpa melakukan transaksi belanja. Ini dianggap merugikan pelaku usaha ritel karena omzet menurun meski kunjungan meningkat.

Namun, Iqbal menyebut data Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada Mei 2025 menunjukkan, Indeks Penjualan Riil (IPR) tetap mencatat pertumbuhan 1,9% secara tahunan, dan IPR Juni diperkirakan naik 2% yoy.

"Ada peningkatan kan, year on year loh. Berarti kan kita enggak bisa mengatakan itu jadi penurunan," ujarnya.

Iqbal mengakui fenomena Rojali bisa saja berkontribusi terhadap kontraksi bulanan pada IPR, namun ia menekankan bahwa hal itu tak cukup menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat menurun secara umum. Ia menambahkan, kontraksi di Mei pun lebih kecil dibanding April, yang artinya kondisi ekonomi nasional tengah membaik.

Sebelumnya, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku prihatin dengan tren ini karena berpotensi mengganggu target pertumbuhan sektor ritel tahun ini.

"Pasti (mengurangi omzet)," kata Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja saat ditemui di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta, Rabu (23/7/2025).

APPBI mencatat pertumbuhan industri pusat perbelanjaan tahun ini belum menyentuh target. "Kenaikan trafik hanya 10%. Sebetulnya target kita kan 20%-30% kenaikannya dibandingkan dengan tahun lalu," ujarnya.

Alphonzus menyebut Rojali bukan fenomena baru, tapi jumlahnya meningkat belakangan ini. Menurutnya, penyebab utama adalah tekanan pada daya beli masyarakat. Ia melihat konsumen kini lebih selektif, terutama kalangan menengah ke bawah yang hanya membeli barang kebutuhan dengan harga terjangkau.

"Berbelanja kalau tidak perlu ya tidak belanja, kemudian kalaupun belanja, beli barang produk yang harga satuan yang unit harganya murah itu yang terjadi," tuturnya.

Sementara itu, masyarakat kelas menengah ke atas dinilai lebih memilih berinvestasi daripada menghabiskan uang untuk konsumsi.

Alphonzus memprediksi tren Rojali akan terus berlangsung selama daya beli belum sepenuhnya pulih. Namun, ia optimistis situasi akan membaik jika pemerintah menggelontorkan stimulus untuk mendorong belanja masyarakat.

"Jadi kami yakin fenomena ini nggak akan selamanya, ini hanya sifatnya sementara di mana daya beli masyarakat masih belum pulih," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gaya 'Rojali' saat Belanja di Mal: Banyak Mikir dan Pilih Barang Murah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular