
Trump Ancam Hukum Keras Putin, Rusia Beri Respons Tak Terduga

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Rusia merespons peringatan keras Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait percepatan tenggat waktu kesepakatan gencatan senjata dalam perang Ukraina.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa Moskow telah terbiasa hidup di bawah tekanan dan sanksi dari negara-negara Barat.
Trump, dalam pernyataan Senin, mengumumkan bahwa ia mempercepat batas waktu bagi Rusia untuk menyepakati gencatan senjata dengan Ukraina, dari sebelumnya 50 hari menjadi hanya "sekitar 10 atau 12 hari".
Ia menambahkan, "Tidak ada alasan untuk menunggu." Trump juga mengancam akan memberlakukan sanksi baru, termasuk kemungkinan tarif terhadap negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia, jika Moskow tidak mematuhi tenggat waktu tersebut.
Menanggapi pernyataan itu, Peskov menegaskan bahwa Rusia tidak gentar dengan ancaman sanksi tambahan dari Amerika Serikat atau negara Barat lainnya.
"Kami telah hidup di bawah sejumlah besar sanksi selama waktu yang cukup lama," ujar Peskov, dilansir RT, Kamis (30/7/2025). "Tentu saja, semacam kekebalan sudah berkembang terhadap sanksi-sanksi itu."
Ia menambahkan bahwa Moskow "terus mencermati pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Trump," namun tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengubah posisinya dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Peskov juga menyampaikan bahwa Rusia tetap berkomitmen terhadap proses perdamaian untuk menyelesaikan konflik di Ukraina. Namun, ia menegaskan bahwa penyelesaian tersebut harus disertai dengan penghormatan terhadap kepentingan Rusia.
"Rusia ingin memastikan bahwa kepentingannya dihormati," kata Peskov. Moskow bersikeras bahwa setiap perjanjian damai harus mencakup netralitas Ukraina, demiliterisasi, serta pengakuan atas realitas teritorial baru di lapangan-mengacu pada wilayah-wilayah Ukraina yang kini dikuasai pasukan Rusia.
Sanksi terhadap Rusia bukanlah hal baru. Negara itu kini memegang rekor sebagai negara paling banyak dijatuhi sanksi di dunia, dengan lebih dari 10.000 sanksi diberlakukan oleh negara-negara Barat. Gelombang pertama sanksi dimulai pada 2014, menyusul aneksasi Krimea oleh Rusia. Jumlahnya meningkat tajam setelah eskalasi besar dalam konflik Ukraina yang terjadi pada Februari 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri beberapa kali menegaskan bahwa negaranya tidak akan terintimidasi oleh sanksi. Dalam pernyataan sebelumnya, Putin mengatakan bahwa menyerah pada tekanan semacam itu justru akan merugikan Rusia secara strategis.
"Jika kita takut pada sanksi dan tekanan, maka kita bisa kehilangan segalanya," kata Putin. Ia juga menekankan bahwa sanksi kerap menjadi bumerang bagi negara-negara yang memberlakukannya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kutukan Sanksi Mulai Gigit Putin, Keuangan Rusia di Ujung Tanduk
