2 LSM Israel Ini Bela Palestina, Tegaskan Memang Ada Genosida di Gaza
Jakarta, CNBC Indonesia - Dua organisasi hak asasi manusia terkemuka yang berbasis di Israel, B'Tselem dan Physicians for Human Rights, mengatakan Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza dan sekutu Barat negara itu memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menghentikannya.
Dalam laporan yang diterbitkan pada Senin (28/7/2025), kedua kelompok tersebut mengatakan Israel telah menargetkan warga sipil di Gaza hanya karena identitas mereka sebagai warga Palestina selama hampir dua tahun perang, yang menyebabkan kerusakan parah dan dalam beberapa kasus tidak dapat diperbaiki bagi masyarakat Palestina.
Laporan tersebut merinci kejahatan termasuk pembunuhan puluhan ribu perempuan, anak-anak, dan lansia, pengungsian paksa massal dan kelaparan, serta penghancuran rumah dan infrastruktur sipil yang telah merampas hak warga Palestina atas layanan kesehatan, pendidikan, dan hak-hak dasar lainnya.
"Yang kami lihat adalah serangan yang jelas dan disengaja terhadap warga sipil untuk menghancurkan suatu kelompok," kata Yuli Novak, direktur B'Tselem, yang menyerukan tindakan segera. "Saya pikir setiap manusia harus bertanya pada diri sendiri: apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi genosida?"
"Sangat penting untuk menyadari bahwa genosida sedang berlangsung bahkan tanpa putusan dalam kasus ini di hadapan Mahkamah Internasional. Genosida bukan hanya kejahatan hukum. Ini adalah fenomena sosial dan politik."
Physicians for Human Rights (PHR) dalam laporannya berfokus pada kronologis terperinci tentang serangan terhadap sistem kesehatan Gaza. Mereka menemukan banyak detail yang didokumentasikan langsung dari tim kelompok yang bekerja secara rutin di Gaza sebelum 7 Oktober 2023 itu.
"Penghancuran sistem perawatan kesehatan saja menjadikan perang tersebut genosida berdasarkan pasal 2c konvensi genosida, yang melarang dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang bertujuan menghancurkan suatu kelompok secara keseluruhan atau sebagian," kata Direktur PHR, Guy Shalev.
"Tidak semua kelima pasal konvensi genosida harus terpenuhi agar sesuatu dapat dianggap genosida," ujarnya.
Baik B'Tselem maupun PHR mengatakan bahwa sekutu Barat Israel mendukung kampanye genosida. Mereka disebut berbagi tanggung jawab atas penderitaan di Gaza.
"Itu tidak mungkin terjadi tanpa dukungan dunia Barat," tambah Novak. "Setiap pemimpin yang tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya adalah bagian dari kengerian ini."
"AS dan negara-negara Eropa memiliki tanggung jawab hukum untuk mengambil tindakan yang lebih tegas daripada yang telah mereka lakukan sejauh ini," timpal Shalev.
Israel membantah telah melakukan genosida, dan mengatakan perang di Gaza adalah perang untuk membela diri setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang warganya. Selain itu, lebih dari 250 orang lainnya diculik dan dibawa ke Gaza, di mana 50 orang masih disandera, dengan 20 di antaranya diyakini masih hidup.
Namun serangan balik Israel ke daerah kantong Palestina itu telah menewaskan lebih dari 59 ribu jiwa, termasuk wanita dan anak-anak. Serangan ini juga membuat lebih dari 70% infrastruktur Gaza rusak berat.
Pada hari Senin, seorang juru bicara pemerintah Israel, David Mercer, menyebut tuduhan yang dilontarkan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia itu tidak berdasar. Ia kemudian menggarisbawahi niat Israel yang memberikan bantuan selama serangan ke wilayah itu.
"Tidak ada niat, (yang) menjadi kunci tuduhan genosida. Tidak masuk akal bagi suatu negara untuk mengirimkan 1,9 juta ton bantuan, yang sebagian besar berupa makanan, jika memang ada niat genosida," kata Mercer.
(tps/tps)