Sri Mulyani Cs Update Kondisi Ekonomi RI Terbaru, Ini Data Lengkapnya

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
Selasa, 29/07/2025 07:25 WIB
Foto: Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK III, Senin (28/7/2025). (CNBC Indonesia/Arrijal Rachman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK yang terdiri dari menteri keuangan, gubernur Bank Indonesia (BI), ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengumumkan stabilitas sistem keuangan di Indonesia tetap terjaga sampai dengan kuartal II-2025.

Hal ini diumumkan langsung oleh Ketua KSSK, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat mengadakan konferensi pers hasil menyelenggarakan rapat berkala KSSK III tahun 2025 pada awal pekan ini, Senin (28/7/2025). Rapat berkala untuk meninjau kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia per kuartal II itu telah dilakukan pada akhir pekan lalu, tepatnya Jumat, 25 Juli 2025.


"Stabilitas Sistem Keuangan atau SSK pada triwulan II 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," kata Sri Mulyani, dikutip Selasa (29/7/2025).

Terjaganya stabilitas sistem keuangan Indonesia itu Sri Mulyani tegaskan terjadi meskipun ketidakpastian ekonomi global kian meningkat, terutama dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia, termasuk Timur Tengah.

KSSK bahkan menurut Sri Mulyani tetap meyakini, meski ketidakpastian ekonomi hingga kuartal II-2025 kian memburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan terjaga di kisaran 5% sampai akhir tahun ini. Ditopang oleh terjaganya daya beli masyarakat untuk terus konsumsi karena gelontoran kebijakan stimulus ekonomi dari APBN, hingga kinerja ekspor yang berdaya tahan tinggi.

"KSSK optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tetap terjaga untuk menjadi landasan bagi ekonomi di tahun 2025 tumbuh di sekitar 5,0%," papar Sri Mulyani.

Di sisi lain, investor asing menurutnya juga masih percaya diri menanamkan modalnya di dalam negeri. Salah satunya terlihat dari aliran modal asing yang masih deras masuk di pasar surat berharga negara (SBN) hingga membuat imbal hasil atau yield SUN seri benchmark tenor 10 tahun terus turun.

"Per 25 Juli 2025, yield terus turun hingga 51 bps ytd, mencapai level 6,51% seiring dengan penurunan BI-Rate lebih lanjut ke level 5,25% pada Juli 2025. Dari sisi kepemilikan, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 58,29 triliun ytd hingga 25 Juli 2025, meningkatkan porsi kepemilikan asing menjadi 14,64%," ujar Sri Mulyani.

Pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5% itu pun Sri Mulyani Cs yakini akan didukung terjaganya stabilitas kurs rupiah, meskipun pada awal periode kuartal II-2025 sempat mengalami tekanan hingga tembus di level Rp 16.865/US$. Tekanan kurs pada kuartal II itu terutama terjadi saat April 2025 seusai Presiden AS Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif dagang resiprokal yang tinggi ke negara-negara mitra dagang utamanya.

Namun, per 30 Juni 2025, Sri Mulyani mengatakan, kurs rupiah telah mampu balik arah ke level Rp 16.235/US$ setelah Bank Indonesia melakukan kebijakan intervensi untuk stabilisasi. Lalu, pergerakannya ia anggap terus terjaga meskipun kini kembali mengalami sedikit tekanan hingga bergerak ke level atas Rp 16.300/US$.

"Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung oleh komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil (SBN) yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik," tutur Sri Mulyani.

Dengan stabilitas kurs yang terjaga itu dan tekanan inflasi yang terus menerus terkendali, Gubernur BI Perry Warjiyo pada kesempatan yang sama blak-blakan akan menggunakan seluruh instrumen kebijakan BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depannya, termasuk kebijakan moneter.

Kebijakan moneter ia jamin akan terus longgar, ditandari dengan penurunan suku bunga acuan BI Rate per Juni 2025 yang telah turun menjadi sebesar 5,25%. Perry memasrikan penurunan suku bunga acuan tiu bukan lah yang terakhir kalinya dilakukan pada tahun ini.

"Arah kebijakan suku bunga BI ke depan pun kami masih melihat ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut," papar Perry.

Saat BI fokus untuk mencari ruang penuruna suku bunga acuan lebih lanjut, sektor jasa keuangan menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga sebetulnya masih gencar menyalurkan pembiayaan atau kredit di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi sampai akhir kuartal II-2025.

Kredit perbankan pada Juni 2025 ia sebut masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,77% yoy menjadi Rp 8.059,79 triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang tumbuh 12,53% yoy dan diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 8,49% yoy. Sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 4,45% yoy.

"Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 10,78% yoy, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,18% yoy," tegas Mahendra.

Kualitas kredit pun dia klaim tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar 2,22% dan NPL net sebesar 0,84%. Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat sebesar 9,73%.

Di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 6,96% yoy menjadi Rp 9.329 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 10,35%, 6,84%, dan 4,19% yoy.

Ketahanan perbankan turut terjaga tercermin dari tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Juni 2025 yang berada di level tinggi sebesar 25,79%. Likuiditas perbankan pada Juni 2025 tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 118,78% dan 27,05%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Dari sisi pasar saham, Mahendra menganggap trennya pun masih positif di mata para investor. Memasuki Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup pada level 7.543,50 per 25 Juli 2025 atau menguat 6,55% year to date.

Penghimpunan dana di pasar modal pada kuartal II-2025 ia anggap juga masih bergeliat. Tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp 142,62 triliun. Rp 8,49 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 16 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 13 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 9,80 triliun.

"Sebagai respons terhadap dinamika tensi perdagangan dan geopolitik global yang berpotensi meningkatkan volatilitas di pasar keuangan dan kinerja debitur sektor riil yang memiliki eksposur terhadap risiko terkait, OJK terus mencermati perkembangan pasar saham domestik serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan guna menjaga stabilitas sistem keuangan," kata Mahendra.

Terakhir, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, pihaknya juga akan terus menjaga cakupan penjaminan simpanan yang tinggi sebagai dasar kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan, sekaligus mendorong stabilitas yang kondusif bagi pemulihan ekonomi.

Jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya hingga Rp 2 miliar oleh LPS sampai dengan akhir Juni 2025 mencapai 99,94% dari total rekening atau setara 636.773.067 rekening untuk nasabah Bank Umum. Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah rekening BPR/BPRS yang dijamin mencapai 99,97% dari total rekening nasabah BPR/BPRS atau setara dengan 15.536.549 rekening.

Pada periode penetapan reguler periode Mei 2025, LPS memutuskan menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) untuk simpanan dalam Rupiah sebesar 25 bps menjadi 4,00% di Bank Umum dan 6,50% di BPR serta mempertahankan TBP untuk simpanan dalam Valuta Asing di Bank Umum menjadi 2,25%.

"TBP tersebut mulai berlaku sejak 1 Juni 2025 sampai dengan 30 September 2025, namun tetap terbuka untuk disesuaikan sewaktu-waktu dalam hal terdapat perubahan pada suku bunga pasar, kondisi perbankan, dan perekonomian yang signifikan," ungkap Purbaya.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bos OJK Tegaskan Sektor Perbankan Indonesia Masih Stabil