Mal RI Dikepung 'Rohana' dan 'Rojali', Cuan Pedagang Ini Meledak

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
24 July 2025 13:02
Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) membuat pelaku usaha resah karena hal ini diklaim dapat menumbuhkan okupansi pusat perbelanjaan, tetapi tidak menambahkan penjualan pelaku usaha. Namun, tidak semua sektor yang ada di pusat perbelanjaan atau mal dirugikan dari fenomena ini.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah mengatakan ada sektor yang justru diuntungkan dari fenomena ini, yakni makanan dan minuman. Bahkan menurutnya, sektor ini justru sudah mulai pulih dan mengalami pertumbuhan omzet penjualan sekitar 5% hingga 10% per bulan.

"Yang diuntungkan dari rojali sebenarnya ya sektor makanan dan minuman. Ritel kami yang dari makanan dan minuman, omzetnya sudah mulai naik lagi, ya sekitar 5%-10% per bulan," kata Budi saat ditemui wartawan di acara Inabuyer Expo 2025 di Gedung Smesco, Kamis (24/7/2025).

Menurutnya, para rojali ini biasanya setelah melihat barang-barang di peritel mall cukup lama, mereka akan menuju ke restoran atau tempat makan untuk makan dan minum sembari melepas lelah.

"Setelah mereka berputar melihat-lihat sesuatu di mal, biasanya kan mereka lelah ya, nah setelah itu mereka nongkrong untuk makan atau ya sekadar minum karena haus kan, nah dari sini lah sektor makanan dan minuman yang paling diuntungkan di mall," ujar Budi.

Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Suasana pengunjung di Pusat Perbelajan Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Budi menambahkan, pelanggan akan lebih sungkan di restoran dibandingkan di gerai ritel seperti pakaian, alat elektronik, dan lain-lain.

"Mereka nongkrong pasti harus beli dong, minimal minumannya saja, tidak mungkin kalau tidak beli di situ," terangnya.

Sementara itu, tingkat okupansi mal menurutnya juga sudah membaik, meski paling banyak dikunjungi oleh rojali dan rohana.

"Ada kecenderungan masyarakat yang tadinya di rumah akibat pandemi, setelah pandemi sudah hilang, mereka ingin berinteraksi di luar rumah, baik dengan rekannya atau keluarganya. Alhasil mereka mencari tempat untuk nongkrong," ungkapnya.

Oleh karena itu, mal yang bisa selamat adalah mal yang dapat mengubah konsep, dari sebelumnya tempat berbelanja, menjadi tempat yang memiliki pengalaman yang berbeda.

"Mal agar bisa survive, ya harus rubah konsepnya. Sekarang sudah mulai menyiapkan spot-spot yang terkait dengan rekreasi, hiburan, experience, journey, sampai juga interaksi sosial. Dan ini kami sudah siapkan," pungkasnya.


(chd/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biar Tak Sepi Bak Kuburan, Mal Harus Berani Ubah ke Konsep Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular