Nikel RI Dituding Kotor, Pengusaha Blak-blakan Bilang Gini
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) angkat suara perihal tudingan nikel 'kotor' atau yang sering disebut sebagai dirty nickel yang kerap ditujukan dunia kepada Indonesia.
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengaku dirinya juga bingung mengapa nikel di Indonesia kerap dituding kotor. Padahal, menurutnya proses penambangan nikel di negara lain justru lebih kotor dibandingkan proses penambangan di Indonesia.
Dia pun menyebut, sejumlah perusahaan tambang di negara lain juga masih menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai sumber energi pemrosesan nikelnya.
"Nah, itu yang kita bingung, gitu, ya, bahwa negara lain, kalau saya bilang, mohon maaf, ya, kalau dari saya pribadi membandingkan proses pertambangan di negara luar dengan Indonesia, kayaknya mereka lebih dirty dari kita, proses pertambangan, ya," jelas Meidy kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, Selasa (8/7/2025).
Dia pun menilai tudingan-tudingan yang dilontarkan kepada Indonesia bisa jadi hanya untuk mengingatkan agar proses penambangan di Indonesia jangan sampai sekotor yang pernah mereka lakukan.
"Ada kekhawatiran mungkin buat mereka adalah apa yang terjadi kepada mereka jangan terjadi di Indonesia. Sehingga kita di-blame dengan berbagai macam isu, dengan berbagai macam blackmail bahwa kita, tuh, dirty nickel," katanya.
Meski begitu, Meidy tidak menampik bahwa jika dibandingkan dengan Indonesia, negara lain lebih mengedepankan hak sumber daya manusia. Dia menilai, Indonesia masih kalah jika dinilai dari aspek keselamatan kerja karyawan pertambangan nikel.
"Kemudian yang saya angkat jempol untuk negara luar di Indonesia adalah human right. Untuk safety, ya, itu sudah kayaknya kita kalah, deh, kalau kita berbicara untuk human right-nya, ya. Safety karyawannya, safety pekerjanya itu luar biasa. Kita aja mau masuk aja nggak kayak kita cowboy, ya, main masuk-main masuk, gitu, ya. Di luar itu safety-nya sangat amat luar biasa, priority banget," paparnya.
Dengan begitu, Meidy menekankan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi, khususnya pada sektor pertambangan hingga pemrosesan nikel di Tanah Air. Hal itu termasuk pada aspek lingkungan hingga ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola).
"Tapi kembali lagi, bagaimana, sih, biar kita menuju ke ESG atau kita berbicara nikel bersih, memang nggak dipungkiri beberapa areal kita perlu ada pembenahan. Beberapa areal, tolong, nggak semua areal, ya. Dan kalau kita berbicara pencemaran, se-dampak apa, sih, pencemaran yang terjadi dan apakah itu real? Dampak yang terjadi di wilayah pertambangan sana. Itu, kan, harus diverifikasi," tandasnya.
(wia)