
Pengusaha Nikel RI Susun Parameter ESG Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengungkapkan para penambang nikel di Indonesia saat ini tengah meningkatkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Tujuannya, agar nikel Indonesia bisa diterima oleh pasar dunia yang saat ini mengedepankan aspek tersebut.
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, pihaknya sudah berdiskusi dengan beberapa perusahaan pengukur standar ESG untuk bisa diterapkan pada operasi nikel di Indonesia.
"Kita saat ini sedang menyusun parameter ESG Indonesia, kita diskusi dengan OEM Manufacturers, kita juga diskusi dengan ESG Standar Internasional, seperti IRMA, Nickel Institute, dan RMI," beber Meidy kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Senin (28/7/2025).
Selain itu, pihaknya saat ini tengah menyusun aspek apa saja dalam standar ESG di Indonesia yang perlu dilengkapi oleh perusahaan-perusahaan nikel Tanah Air. Tidak main-main, Meidy mengungkapkan, setidaknya ada 57 aspek yang harus dipenuhi untuk menilai sebuah perusahaan sudah menerapkan ESG yang baik.
"Dan kita mencari gap analisis, 57 aturan di Indonesia yang mengatur tentang ESG. Itu sudah kita rekap, dan apa gapnya, dan bagaimana kekosongan itu yang akan kita isi. Dan mudah-mudahan itu bisa diterima oleh market," tambahnya.
Standar ESG yang ditetapkan secara global, dinilai belum bisa dicapai oleh Indonesia. Bahkan hanya segelintir perusahaan di dunia yang sudah tersertifikasi memenuhi aspek ESG.
"Itu kembali bahwa apa yang mereka lakukan, list parameter dari ESG standar Internasional itu kalau saya bilang nggak proper untuk Indonesia. Kita cari mana yang proper, tapi diterima market," tandasnya.
Tambang RI Menuju Standar Dunia
Setidaknya, ada dua perusahaan nikel di Indonesia yang sukarela dilakukan penilaian mengikuti standar pertambangan dunia. Kedua perusahaan tersebut yaitu PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Penilaian tersebut dilakukan oleh Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), lembaga independen dunia yang melakukan penilaian tambang yang bertanggung jawab.
Koordinator Penjangkauan Komunitas Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) di Indonesia Andre Barahamin, mengungkapkan sebanyak 101 perusahaan tambang di 36 negara telah terlibat dalam proses audit IRMA, berbasis praktik pertambangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Ia lantas menjelaskan bahwa IRMA sendiri secara khusus fokus pada komoditas yang dikategorikan sebagai mineral kritis. Namun tidak termasuk batu bara dan uranium.
"Jadi selain batu bara dan uranium itu kami melakukan audit dan di IRMA itu sendiri saat ini ada 101 perusahaan di 36 negara yang sudah engage dengan IRMA dan ada 53 jenis kritikal mineral," kata Andre dalam Economic Update 2025 CNBC Indonesia pada Juni 2025 lalu.
Menurut Andre, standar IRMA terdiri dari empat pilar utama, yang terbagi dalam 26 bab dan didetailkan ke dalam lebih dari 400 indikator. Meskipun terdengar banyak, ia mengatakan bahwa hal ini merupakan bentuk keseriusan IRMA dalam mengurai aspek-aspek yang selama ini dianggap terlalu umum.
"Jadi di IRMA kami percaya terutama di sektor mineral kritis di Indonesia, di usianya yang masih sangat muda kita masih punya kesempatan untuk kemudian memperbaiki tata kelolanya dan salah satu bukti komitmen perbaikan tata kelola adalah dengan merujuk kepada standar yang paling tinggi standar yang paling robust," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harita Nickel Siap Ikuti Standar Penambangan Dunia, Begini Progresnya