DJP Rilis Aturan Baru Buat PMSE PPN, Google Cs Wajib Lakukan Ini

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
Kamis, 03/07/2025 16:55 WIB
Foto: Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak sejak Juni 2025 telah memberlakukan ketentuan baru terkait mekanisme penunjukan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Hal ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2025 yang ditandantangani Dirjen Pajak saat itu yang masih dijabat oleh Suryo Utomo. Perdirjen Pajak 12/2025 ini mencabut ketentuan sebelumnya yang diatur dalam Perdirjen Nomor PER-12/PJ/2020.

Pemberlakuan ketentuan baru ini dalam rangka penyesuaian terhadap sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax yang telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2025. serta memperkenalkan istilah pihak lain sebagai pihak yang ditunjuk untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan atau pelaporan pajak pelaku PMSE.


"Bahwa dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai batasan kriteria tertentu pihak lain," dikutip dalam poin pertimbangan Perdirjen Pajak Nomor PER-12/PJ/2025, Kamis (3/7/2025).

Dalam peraturan itu, pihak lain didefinisikan sebagai pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sementara itu, dalam pasal 2 nya disebutkan bahwa pihak lain merupakan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Definisi ini dikenal sebagai perusahaan-perusahaan digital yang beroperasi di dalam negeri seperti platform e-commerce Shopee, Lazada, Tokopedia, hingga Netflix, maupun Google.

Dalam aturan itu, Dirjen Pajak membuat kriteria pelaku usaha PMSE yang bisa ditunjuk sebagai pihak lain, sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 nya. Di antaranya nilai transaksi dengan Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam satu tahun atau Rp 50 juta dalam satu bulan

"Dan/atau jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 (dua belas ribu) dalam 1 (satu) tahun atau 1.000 (seribu) dalam 1 (satu) bulan," dikutip dari Perdirjen tersebut.

Kendati begitu, pelaku usaha PMSE yang belum ditunjuk sebagai Pihak Lain, tetapi memilih untuk ditunjuk sebagai Pihak Lain dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Pemberitahuan disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak atau melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.

Setelah ditunjuk sebagai pihak lain, pelaku usaha PMSE maka diharuskan Ditjen Pajak untuk memungut PPN sebesar tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.

Dasar pengenaan pajak yaitu nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai berupa uang yang dibayar oleh Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut

"Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pembayaran oleh Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa," tulis DJP.

Terhadap PPN yang dipungut, Pihak Lain membuat bukti pungutnya. Bukti pungut dapat berupa faktur penjualan (commercial invoice), tagihan (billing), tanda terima pemesanan (order receipt), atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Pihak Lain juga diwajibkan menyetorkan PPN yang dipungut untuk setiap Masa Pajak paling lambat diterima oleh Collecting Agent pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.

Penyetoran PPN yang dipungut dilakukan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Penyetoran PPN yang dipungut pun dapat dilakukan dengan menggunakan mata uang rupiah, dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal penyetoran; atau mata uang dolar Amerika Serikat.

Setelah disetorkan, PPN yang dipungut pihak lain wajib melaporkan keseluruhan kewajibannya itu paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

"Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk elektronik dan disampaikan melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak," tulis DJP dalam peraturannya.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kebijakan PPN DTP Berhasil, Pelaku Industri Minta Tak Dikurangi