Internasional

Tetangga NATO Rusia Incar Jet Tempur Pembawa Nuklir, Ini Respons Putin

luc, CNBC Indonesia
30 June 2025 08:05
Pesawat tempur canggih generasi kelima, F-35. (via REUTERS/RITZAU SCANPIX)
Foto: (via REUTERS/RITZAU SCANPIX)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana Estonia untuk kembali menjadi tuan rumah jet tempur F-35 yang mampu membawa senjata nuklir memicu reaksi keras dari Rusia, yang menyebut langkah tersebut sebagai "bahaya langsung" bagi Moskow.

Pernyataan keras itu disampaikan oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Ia merespons pernyataan Menteri Pertahanan Estonia, Hanno Pevkur, yang menyebut bahwa negaranya siap kembali menampung jet F-35 yang memiliki kemampuan nuklir.

"F-35 telah berada di Estonia sebelumnya dan akan segera kembali secara rotasi. Kami siap terus menjadi tuan rumah bagi sekutu kami, termasuk mereka yang menggunakan platform semacam itu," kata Pevkur kepada radio nasional Estonia, seperti dikutip dari Reuters, Senin (30/6/2025).

Menanggapi hal itu, Peskov menyindir para pemimpin negara-negara Baltik.

"Para pemimpin negara Baltik sering mengutarakan ide-ide yang absurd. Kita hanya bisa menyatakan penyesalan terhadap hal itu," ujarnya seperti dikutip kantor berita TASS.

Ketegangan di wilayah Baltik bukanlah hal baru, terutama sejak Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina pada Februari 2022. Banyak pihak di Barat meyakini bahwa Moskow memiliki ambisi lebih jauh untuk mengembalikan pengaruhnya di bekas wilayah Uni Soviet, termasuk terhadap negara-negara Baltik yang kini menjadi anggota NATO.

Keberadaan sistem senjata nuklir di perbatasan Rusia, walau dalam kapasitas deterensi, diyakini akan memperburuk instabilitas kawasan. NATO sendiri tetap mempertahankan kebijakan nuclear sharing dan penyebaran senjata strategis sebagai bentuk dukungan terhadap sekutu-sekutunya yang berbatasan langsung dengan Rusia.

Namun bagi Kremlin, langkah ini dipandang sebagai bentuk provokasi langsung terhadap keamanan nasional mereka.

"Menempatkan pesawat pembawa senjata nuklir di Estonia adalah ancaman langsung bagi Moskow," tegas Peskov.

Adapun kebijakan ini mendapat dukungan dari sekutu NATO lainnya. Inggris, misalnya, baru saja mengumumkan akan membeli setidaknya 12 unit F-35A dan menyatakan bahwa pesawat tersebut akan dikonfigurasi untuk membawa senjata nuklir bila diperlukan.

"Kami akan membuat pesawat ini mampu membawa senjata nuklir jika dibutuhkan," kata Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer, menambahkan bahwa keputusan tersebut diambil sebagai respons terhadap ancaman nuklir yang kian meningkat.

Jet tempur F-35A Lightning II buatan Lockheed Martin merupakan pesawat siluman generasi kelima yang dilengkapi teknologi canggih dan dapat membawa bom gravitasi nuklir B61-12, menjadikannya bagian utama dari skema pembagian senjata nuklir NATO.

Kemampuan jet ini yang bisa menjalankan misi konvensional maupun strategis menjadikannya instrumen kunci dalam strategi deterrence NATO terhadap potensi agresi dari Rusia, khususnya di kawasan Eropa Timur.

Sebelumnya, para pemimpin negara anggota NATO dalam KTT terakhir di Belanda sepakat untuk menaikkan target belanja pertahanan menjadi total 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang terdiri dari 3,5% untuk pertahanan militer dan 1,5% untuk infrastruktur pendukung.

Kesepakatan ini merupakan hasil dorongan dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, yang sebelumnya mengancam akan menarik diri dari aliansi jika negara-negara anggota gagal memenuhi komitmen belanja militer mereka.

Meskipun tidak mengikat secara hukum, keputusan ini mencerminkan perubahan signifikan dalam cara NATO menghitung dan membagi beban pertahanan.

Dalam skema baru ini, negara-negara anggota diperbolehkan menghitung senjata dan amunisi yang mereka kirim ke Ukraina sebagai bagian dari target belanja, sehingga membuat pencapaian target sedikit lebih realistis. Namun, bagi negara-negara seperti Kanada, Prancis, Belgia, Italia, dan Slovakia, tantangan fiskal tetap menjadi penghalang besar.

Selain anggaran militer, NATO juga meminta anggotanya mengalokasikan dana besar untuk modernisasi infrastruktur strategis, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan lapangan udara, termasuk juga penguatan jaringan komunikasi dan kesiapan masyarakat sipil menghadapi potensi perang.

Perkembangan dan pencapaian target ini akan dievaluasi kembali pada tahun 2029, setelah pemilihan presiden AS berikutnya.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Negara NATO Ini Tindak Keras Gereja, Putin Berang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular