Ini Alasan Apindo Dukung Aturan Marketplace Jadi Pemungut PPh Final

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan dukungannya atas langkah Pemerintah terkait penerapan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk pelaku usaha online melalui skema Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2022.
"Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan final 0,5% bagi pelaku usaha online melalui skema Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022, yang kita kenal sebagai PPh final UMKM," ungkap Wakil Ketua Umum Apindo, Suryadi Sasmita dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (27/6/2025.
Dia melanjutkan, ketentuan dalam PP Nomor 55 tahun 2022 pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
Menurutnya, kebijakan tersebut dinilai justru akan memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Sebab, proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan marketplace tempat mereka berjualan.
"Kebijakan ini sama sekali bukan merupakan penerapan pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis digital dengan tarif yang ringan sebesar 0,5% dari peredaran bruto dan mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana, yaitu dipungut oleh marketplace," tutur dia.
Di sisi lain, Suryadi menjelaskan, pelaku usaha orang pribadi dalam negeri dengan omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak akan dikenakan PPh final ini. Oleh sebab itu, dia meminta pelaku UMKM untuk tidak khawatir.
"Bagi pelaku usaha online yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp500 juta per tahun tidak perlu khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini," jelasnya.
Adapun tujuan utama ketentuan dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 tersebut adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
Dia menegaskan di era digitalisasi dan implementasi sistem inti perpajakan (Coretax), transparansi data akan semakin meningkat dan pemerintah niscaya memiliki akses terhadap informasi pelaku usaha yang belum sepenuhnya patuh.
"Oleh karena itu, kami mengajak para pelaku usaha online untuk mendukung penuh kebijakan ini. Mari kita bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan," ungkapnya.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak mengatakan, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah.
"Saat ini, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik," terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Rosmauli dalam keterangan tertulis.
Rosmauli menyebutkan, penyusunan ketentuan tersebut telah melalui proses meaningful participation, yakni kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait.
"Respons terhadap rencana ketentuan ini sejauh ini menunjukkan dukungan terhadap tujuan pemerintah dalam mendorong tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien seturut dengan perkembangan teknologi informasi," tandas dia.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ormas Sudah Bikin Resah, Bos Pengusaha Naik Darah-Teriak Minta Tolong