
Heboh Tarif Royalti Nikel-Emas Bakal Naik, ESDM: Demi Keadilan!

Jakarta CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa perubahan tarif royalti di sektor mineral dan batu bara (minerba) dilakukan untuk memberikan rasa keadilan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno menyadari bahwa perubahan tarif royalti ini menuai pro-kontra. Khususnya, ketika perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batu bara mengalami penurunan tarif royalti, sementara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) mengalami kenaikan tarif royalti.
"Lebih memberikan keadilan gitu ya," ujar Tri Winarno ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (25/3/2025).
Tri mengungkapkan bahwa perubahan tarif royalti di sektor minerba dilakukan untuk menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Terlebih target PNBP di tahun ini ditetapkan Rp 124,5 triliun.
"Oh tahun ini Rp 124,5 triliun. Kan harganya lagi jeblok ini," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM sejak tahun 2022 hingga 2024, PNBP dari minerba selalu lebih besar dibandingkan migas. Pada 2022 misalnya, minerba menyumbang Rp 180,4 triliun, sementara migas Rp 148,5 triliun.
Kondisi tersebut terus berlanjut pada 2023 dengan kontribusi minerba mencapai Rp 172,1 triliun, sedangkan migas Rp 117 triliun. Hingga 2024, sektor minerba masih mendominasi dengan capaian Rp 140,5 triliun, lebih tinggi dari migas yang tercatat hanya Rp 110,9 triliun.
Sebelumnya, Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai bahwa kebijakan ini bisa menjadi kontraproduktif bagi pelaku usaha pertambangan. Sekalipun, dampaknya tidak akan dirasakan secara merata oleh seluruh komoditas pertambangan.
"Saya melihat rencana revisi PP26/2022, yang akan diberlakukan oleh Pemerintah bisa jadi menjadi kontraproduktif bagi pelaku usaha pertambangan, namun bukan seluruh jenis komoditas pertambangan," kata dia kepada CNBC Indonesia, Senin (24/3/2025).
Menurut dia, sektor nikel akan menjadi salah satu industri yang teriak atau keberatan atas usulan revisi ini. Namun, hal ini bisa jadi tidak berlaku bagi industri timah maupun batu bara, khususnya bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Namun bisa tidak terjadi di timah maupun batu bara, khususnya IUPK perpanjangan dari PKP2B yang justru bagus dengan usulan revisi ini. Jauh lebih rasional bagi IUPK perpanjangan PKP2B," kata dia.
Singgih menilai bahwa pemerintah dalam usulan revisi ini lebih berfokus pada harga komoditas. Pemerintah hanya melihat tingginya harga komoditas tambang sebagai momentum yang wajar untuk menaikkan royalti.
Seperti diketahui, pemerintah tengah merevisi aturan terkait royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Hal ini tak lain untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan untuk penerimaan negara.
Setidaknya terdapat dua aturan yang tengah direvisi, antara lain Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PP No.15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Ada beberapa komoditas yang rencananya akan dinaikkan tarif royaltinya, antara lain batu bara, timah, tembaga, nikel, emas, perak, hingga platina.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Incar Sumber-Sumber Pendapatan Baru Pemerintah, Ini Bocorannya