DPR Minta Tukin K/L Dipotong Jika Target Tak Sampai, Ini Kata Menkeu

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Rabu, 28/08/2024 21:20 WIB
Foto: Wakil Ketua Komisi XI Dolfie othniel Frederic Palit. (Tangkapan Layar Youtube Komisi XI DPR RI Channel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit mendesak pemerintah untuk menerapkan prinsip pemberian hadiah dan hukuman atau stick and carrot bila kementerian atau lembaga (K/L) tidak mampu mencapai target-target pembangunan pada 2025.

Target-target pembangunan itu ialah tingkat pengangguran terbuka di level 4,5%-5%, tingkat kemiskinan 7%-8%, tingkat kemiskinan ekstrem di angka 0%, indeks gini rasio 0,379-0382, serta indeks modal manusia 0,56. Sementara itu, untuk indikator pembangunan seperti nilai tukar petani di level 115-120, dan nilai tukar nelayan di level 105-108.


Dolfi mengatakan, bila target-target dan indikator ini tidak terpenuhi seharusnya pemerintah memberikan hukuman ke K/L berupa penyesuaian tunjangan kinerja atau tukin. Sebab, ia berpendapat anggaran pemerintah terus naik, diiringi dengan terus naiknya gaji ASN. Sementara gaji rakyat terus stagnan karena pembangunannya tak tercapai.

"Kalau indikator itu tidak tercapai tanggung jawab siapa? Reward and punishment-nya bagaimana? Anggaran kementerian setiap tahun naik tapi target enggak tercapai ini gimana? Jadi pemerintah perlu memikirkan ini terkait sasaran pembangunan prioritas nasional yg dijanjikan pemerintah dalam setiap pembahasan APBN," kata Dolfie saat rapat kerja dengan pemerintah di Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (28/8/2024).

"Apabila tidak tercapai itu gimana? Kami mengusulkan misalnya tingkat pengangguran terbuka ini kan ada K/L yang mengurusi ini, tukinnya disesuaikan karena tidak tercapai, enggak bisa dibiarin. Rakyat menunggunya lama nanti, sementara ASN-nya gajinya naik terus," tegas Dolfie.

Merespons itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara prinsip dan semangat atau spirit, pemerintah setuju untuk menerapkan stick and carrot itu. Namun, pelaksanaannya akan sulit, karena indikator maupun target pembangunan itu banyak melibatkan K/L.

"Secara spirit dan prinsip kami menyetujui karena harusnya reward dan penalty itu adalah sesuatu yang dalam paket yang lengkap. Mungkin dari sisi pelaksanaan terutama kalau output outcome itu tidak lagi menjadi tanggung jawab dari satu K/L, tapi itu beberapa K/L," ujar Sri Mulyani.

"Katakanlah pengangguran, kemiskinan, bahkan stunting kita lihat itu biasanya dilakukan across banyak sekali K/L jadi untuk menentukan K/L mana yang paling bertanggung jawab dan kemudian porsi berapa tanggung jawabnya itu terlihat dari sisi reward yang mereka lakukan, itu mungkin akan perlu suatu kajian yang cukup serius agar jangan sampai kita membuat signal reward and punishment yang salah," tuturnya.

Selain itu, ia melanjutkan mekanisme penetapan tukin sebetulnya ada di ranah presiden melalui penerbitan peraturan presiden atau Perpres dan proses penetapannya panjang karena harus melalui proses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

"Karena Menpan RB yang akan menentukan kinerja mereka, kemudian dari kami lihat dari amplop anggarannya dan baru kita akan membuat keputusan. Jadi memang mekaniknya akan membutuhkan waktu tapi kami secara spirit memahami dan nanti akan kita pikirkan cara signaling yang tadi disampaikan Pak Dolfie yang mungkin bisa kita pikirkan mekanisme atau cara yang lain tapi sesuai dengan spirit untuk adanya reward dan punishment," ujar Sri Mulyani.


(Arrijal Rachman/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sri Mulyani Tetapkan Uang Perjalanan Dinas Baru ASN