
Misteri Penyebab Suhu Bumi Panas Mendidih, Efek Letusan Gunung Tonga?

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan mengungkapkan, hingga saat ini para pakar masih mencari tahu penyebab lonjakan suhu bumi. Salah satu pendapat, kata dia, lonjakan suhu bumi terjadi efek letusan gunung api bawah laut Hunga Tonga-Hunga Ha'apai di Pasifik Selatan yang terjadi pada Sabtu (15/1/2022).
Dia memaparkan, tahun 2023 merupakan tahun yang sangat istimewa dari sisi catatan perubahan iklim. Karena banyaknya rekor-rekor yang bertumbangan, khususnya di temperatur. Sejumlah wilayah di berbagai negara mengalami kenaikan temperatur hingga lebih 5 derajat dan mengalami gelombang panas. Diantaranya ada yang mengalami suhu sampai lebih 43 atau 44 derajat Celcius. Suhu-suhu itu, kata dia, tidak ramah bagi manusia maupun ekosistem bumi.
Dia pun menyoroti, data yang menunjukkan, kejadian gelombang panas itu sebagian besar tidak ada di ekuator. Sementara,jelasnya, salah satu karakteristik di wilayah tipikal geografi kontinental. Di mana, di situ terjadi umpan balik antar pemanasan di permukaan dan atmosfer, sehingga temperatur terkunci selama beberapa hari hingga menimbulkan gelombang panas.
Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Ekspose Nasional Perubahan Iklim di Medan Sumatra Utara, Senin (26/8/2024). Kegiatan ini mengusung tema "Menuju Satu Abad Pengamatan Iklim di Sumatra Utara Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Iklim di Sektor Perkebunan", ditayangkan akun Youtube resmi milik BMKG.
"Indonesia, diuntungkan letaknya yang dikelilingi lautan. Juga, pulau-pulau yang pas dan banyak gunung, sehingga gerakan udara pada umumnya naik. Gerakan udara yang pada umumnya naik ini terlihat dari banyaknya awan. Di Jawa heboh kering, di Jawa Timur minta TMC (teknologi modifikasi cuaca), di sini tadi malam hujan. Jadi gerakan udara yang naik itu mencegah terjadinya gelombang panas masuk ke wilayah Indonesia.," katanya, dikutip Selasa (27/8/2024).
"Karena salah satu ciri gelombang panas itu adalah gerakan udara menekan ke bawah sehingga menyebabkan sulit terciptanya awan. Dari kejadian rekor tahun lalu, di India misalnya, mengalami gelombang panas April 2023, lalu Juni El Nino, tidak kaget India tidak membuka keran ekspor berasnya di tahun 2023. Ini adalah dampak kejadian iklim terhadap sektor-sektor turunan," tambah Ardhasena.
Dia menuturkan, pada tahun 2023, berbagai peristiwa yang tidak pernah kejadian, justru terjadi bersamaan.
"Gelombang panas sering kita dengar, tapi tahun lalu kejadiannya bersamaan. Kondisi ini, kata dia, tidak pernah terjadi sebelumnya. Juga bencana banyak terjadi sampai berlanjut ke tahun 2024. Bencana dan kejadian ekstrem merupakan akibat perubahan iklim, sehingga jika ingin pembangunan berketahanan harus menghadapi perubahan iklim," sebutnya.
Mengacu catatan ilmiah badan panel ahli iklim PBB, IPCC, ada bukti konkret kontribusi manusia yang menimbulkan perubahan iklim. Diantaranya, emisi gas rumah kaca.
"Tahun 2023 yang berlanjut ke tahun ini juga sangat istimewa. Karena kita keseluruhan di bumi saat ini mengalami yang namanya climate shock. Temperatur dari beberapa puluh tahun lalu itu naik secara gradual. Tapi tahun 2023 itu mengalami lonjakan sangat besar," paparnya.
![]() Paparan Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan dalam Ekspose Nasional Perubahan Iklim di Medan Sumatera Utara (26/8) dengan tema "Menuju Satu Abad Pengamatan Iklim di Sumatera Utara Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Iklim di Sektor Perkebunan". (Tangkapan Layar Youtube BMKG) |
"Selisih loncatannya sangat besar sekali dan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Apa yang menjadi penyebab lonjakan yang sedemikian signifikan, sampai saat ini belum diketahui. Masih jadi perdebatan para ilmuwan khususnya, kenapa lonjakan tahun 2023 itu sangat signifikan," ucapnya.
Dia menerangkan, jika pada tahun 2024 penjelasannya agak mudah, biasanya yang disebut sebagai penyebab lonjakan suhu adalah El Nino. El Nino melepaskan panas secara massif dari Samudera Pasifik ke atmosfer, sehingga biasanya setahun setelah El Nino terjadi pemecahan rekor
"Tapi ini adalah tahun El Nino sendiri. El Nino-nya belum jadi, tapi kita sudah mengalami lonjakan temperatur sedemikian massifnya," ujarnya.
"Ada yang mengatakan ini adalah climate shift, kita sedang mengalami lonjakan iklim yang signifikan. Ada juga yang bilang, kalau Bapak/ Ibu 2 tahun lalu letusan Gunung Tonga, akibat letusan Gunung Tonga sangat eksplosif sekali sehingga uap air terbawa sampai atmosfer lapisan atas. Uap air atau H20 itu sendiri sebenarnya juga gas rumah kaca karena menahan panas di atmosfer. Masih menjadi misteri," jelasnya.
Mengutip detikinet, letusan Gunung Hunga Tonga pada 15 Januari 2022 itu mendorong uap air hingga sejauh kurang lebih 150 km dari permukaan planet, melewati batas ruang yang diterima secara umum pada jarak 100 kilometer
Pendapat lain, kata Ardhasena, mengatakan lonjakan suhu yang terjadi karena saat ini sedang terjadi masa akselerasi. Di mana, terutama di bumi belahan utara, sedang mengeluarkan CO2 lebih banyak dari biasanya, sehingga memicu kenaikan suhu.
"Seperti umpan balik," kata Ardhasena.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri Petaka Ancam Bumi di 2050, BMKG Pelototi Fenomena di Laut
