IMF Wanti-Wanti Prabowo Soal Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
Rabu, 14/08/2024 06:37 WIB
Foto: Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto memberikan pembekalan kepada 40 personel tenaga kesehatan (nakes) TNI yang akan berangkat untuk misi kemanusiaan Gaza di Ruang Bhinneka Tunggal Ika (BTI), Kemhan, Jakarta, Rabu (7/8/2024). (Istimewa)

Jakarta, CNBC Indonesia - International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menilai rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di Indonesia harus dilakukan secara hati-hati karena pembentukannya akan sangat mahal. Hal ini diungkap dalam laporan 2024 Article IV Consultation dikutip Rabu (14/8/2024).

Sebagaimana diketahui, pembentukan BPN adalah salah satu program presiden terpilih Prabowo untuk menaikkan rasio pajak Indonesia menjadi 13%, dari saat ini di kisaran 10%.

"Rencana untuk membentuk BPN harus dirancang dengan hati-hati, karena restrukturisasi bisa mahal," ungkap IMF dalam laporannya.


Selain itu, IMF menilai mencapai keuntungan bersih dalam pengumpulan pajak akan memerlukan penanganan kesenjangan mendasar dalam administrasi pajak.

Menurut IMF, pengalaman internasional menunjukkan bahwa peningkatan aspek utama administrasi pendapatan, termasuk manajemen risiko kepatuhan (CRM), penggunaan data pihak ketiga, digitalisasi, perluasan basis wajib pajak, dan staf pengamanan yang sesuai. Semua upaya ini akan sangat penting.

"Upaya pendapatan juga harus mencakup reformasi kebijakan pajak yang ambisius; selain sepenuhnya menerapkan Undang-Undang Harmonisasi Pajak 2021, penting untuk memperbarui Strategi Pendapatan Jangka Menengah, termasuk dengan lebih memperkuat pajak langsung dan tidak langsung, dan meminimalkan kebocoran dari insentif pajak," tulis IMF.

IMF pun menyarankan pemerintah meninjau kembali pengeluaran pajak yang ada dan memastikan bahwa pembebasan pajak dan insentif tetap terbatas. Langkah ini akan menjadi penting untuk mencegah erosi basis pajak dan mengamankan peningkatan pendapatan pajak dalam jangka menengah.

Dalam laporannya, IMF juga mencatat bahwa rasio pajak terhadap PDB Indonesia masih rendah dan tertinggal dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Oleh karena itu, IMF menekankan perlunya reformasi perpajakan di Tanah Air.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Tegaskan Pemungutan PPH di E-Commerce Bukan Pajak Baru