Setoran Bea dan Cukai Moncer Saat Pajak Lesu di Juli 2024
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepabeanan dan cukai menjadi satu-satunya pos penerimaan negara yang tumbuh per Juli 2024. Dari data Kementerian Keuangan, setoran bea dan cukai mencapai Rp 154,4 triliun atau naik 3,1% dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 149,8 triliun.
Kendati meningkat, nilainya baru 48,1% dari target tahun ini Rp 320,98 triliun. Sementara itu, komponen penerimaan negara lainnya turun, seperti setoran pajak yang baru sebesar Rp 1.045,3 triliun per Juli 2024 atau turun 5,8% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.109,1 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP Rp 338 triliun, turun 5% dari Juli 2023 yang sebesar Rp 355,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, total penerimaan kepabenan dan cukai yang naik itu ditopang oleh seluruh komponen penerimaannya yang naik, mulai dari bea masuk, bea keluar, hingga beragam cukai, seperti cukai hasil tembakau maupun cukai minuman beralkohol.
"Ada perkembangan menarik di bea keluar," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN di kantornya, Jakarta, Selasa (13/8/2024).
Dari sisi bea masuk, telah mencapai Rp 29 triliun atau tumbuh 2,1% dibanding periode yang sama tahun lalu atau sudah 50,6% dari target tahun ini. Kenaikannya ditopang oleh kenaikan nilai impor sebesar 2,5% meskipun tarif efektif menurun. Disebabkan penurunan penerimaan dari komoditas utama seperti gas, kendaraan, dan suku cadang kendaraan.
Di sisi lain, juga disebabkan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, dari periode 2023 yang sebesar Rp 15.077/US$ menjadi Rp 15.910/US$.
"Hampir rata barang bisa masuk ke indo dengan tarif yang relatif rendah, dan juga nilai tukar kita yang melemah," ucap Sri Mulyani.
Untuk bea keluar, ia katakan mengalami lonjakan yang tinggi. Nominalnya sebesar Rp 9,3 triliun atau naik 58,1%, dan sudah 52,9% dari target. Penyebabnya ialah bea keluar yang tumbuh tinggi seperti untuk tembaga sebesar 928% akibat relaksasi ekspor komoditas tembaga, mengkompensasi penurunan bea keluar untuk produk sawit sebesar 60% karena turunnya harga CPO dan volume ekspor produk sawit yang anjlok.
"Untuk tembaga ini karena Amman dan Freeport mereka dibolehkan ekspor tapi mereka harus selesaikan smelter dan bea keluar yang tinggi. Jadi maksa mereka hilirisasi, dan mereka sudah lakukan tapi belum selesai. Sedangkan untuk sawit kita masih menderita penurunan," tuturnya.
Adapun untuk penerimaan cukai, nilainya sudah sebesar Rp 116,1 triliun atau naik tipis 0,5% secara tahuan dan baru 47,2% dari target. Penerimaan cukai ini tumbuh karena cukai hasil tembakau atau CHT produksinya naik terutama untuk golongan II dan III, serta cukai miras atau Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) yang naik karena kenaikan tarif dan produksi, bersamaan dengan naiknya cukai Etil Alkohol (EA) karena kenaikan produksi.
(haa/haa)