RI Masih Kurang 7,4 Giga Energi Hijau Sampai 2025, Ini Dia Penyebabnya

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
13 August 2024 15:45
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung atau Floating Solar PV Cirata berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) seluas 200 hektare. PLTS ini dibangun di atas Waduk Cirata dan akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. (Dok: PT PLN (Persero))
Foto: Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung atau Floating Solar PV Cirata berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) seluas 200 hektare. PLTS ini dibangun di atas Waduk Cirata dan akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. (Dok: PT PLN (Persero))

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan terus berupaya menggenjot investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri. Pasalnya, masih terdapat gap penambahan pembangkit berbasis EBT sebesar 7,4 Gigawatt (GW) pada 2025 mendatang.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menjelaskan aturan baru terkait relaksasi ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) diharapkan dapat mengakselerasi percepatan investasi berbagai proyek EBT di Indonesia.

Menurut Eniya, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang disebut RUPTL lebih hijau atau greener, Indonesia masih membutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT hingga 7,4 Gigawatt (GW) pada 2025.

"Pencapaian RUPTL kita, yang disebut Green RUPTL, itu hingga tahun 2025, tahun depan saja, kita masih kurang 7,4 gigawatt. Jadi ini yang menjadi salah satu hambatan belum tercapai energi baru terbarukan di tanah air kita," kata Eniya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).

Sementara itu, apabila mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, kebutuhan investasi yang dibutuhkan untuk proyek EBT hingga 2030 mencapai US$ 55,18 miliar atau Rp 876 triliun.

"Kalau dihitung berdasarkan RUPTL hingga tahun 2030 pun, kita masih kekurangan investasi sebesar US$ 55,18 billion. Nah, ini tentu saja pencapaiannya tidak mudah," kata Eniya.

Adapun, berdasarkan catatan Kementerian ESDM, hingga Juni 2024, realisasi investasi di sektor EBT telah mencapai US$ 565 juta atau sekitar 45,9% dari target tahunan sebesar US$ 1,232 miliar. Sektor panas bumi dan aneka EBT menjadi penyumbang terbesar dalam investasi ini.

"Nah, kita melihat untuk tahun ini saja capaian investasi dari energi baru terbarukan itu masih mencapai hanya 46% dari target satu tahun. Jadi ini pun masih banyak hal yang harus kita lakukan, terobosan," ujarnya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kementerian ESDM Siapkan Pasokan Listrik Bersih Buat Smelter

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular