Buruh Tekstil RI Lagi Sial, Pabrik di Bandung Siap-Siap PHK 500 Orang

Damiana, CNBC Indonesia
06 August 2024 19:50
Ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty Images)
Foto: Ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional masih terus berlanjut. PHK tak lagi terpusat di pabrik garmen atau pakaian jadi maupun konveksi, melainkan di pabrik kain yang berorientasi ekspor dan pasar lokal.

Pada bulan Juni-Juli 2024 lalu, sebanyak 700-an orang pekerja pabrik TPT nasional jadi korban PHK.

Para pekerja itu adalah karyawan di 4 pabrik TPT di wilayah Jawa Tengah. Tiga diantaranya berlokasi di Karanganyar, sedangkan 1 lainnya di Semarang. Semuanya adalah pabrik tempat anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) bekerja.

"1 perusahaan akan PHK lagi, kemungkinan akhir bulan Agustus ini. Bertahap, 500 dulu. Kalau situasinya nggak membaik ya bertambah," kata Presiden KSPN Ristadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (6/8/2024).

Lokasi perusahaan itu, menurut Ristadi, berada di Jalan M Toha, Bandung. Perusahaan itu, ujarnya, dapat dikategorikan sebagai perusahaan skala besar.

"Termasuk perusahaan skala besar. Karena total pekerjanya itu 2.500-an orang. Untuk pabrik kain, pekerja segini sudah skala besar," sebut Ristadi.

Ristadi mengatakan, industri TPT nasional mendesak mendapat aksi penyelamatan dari pemerintah. Satgas pengawasan impor ilegal yang baru dibentuk pemerintah, imbuh dia, bukan solusi yang strategis dan dibutuhkan industri TPT saat ini.

Dia pun mengkhawatirkan gelombang PHK belum akan bisa terbendung dalam waktu dekat.

"Masih akan terus terjadi, terutama untuk perusahaan-perusahaan local oriented. Kalau yang ekspor, ada yang tutup tapi ada juga yang investasi baru meski tak sebanding dengan yang tutup," cetusnya.

"Impor legal dan ilegal sudah menggurita dan mengakar kuat. Saya 90% tidak yakin bisa diatasi dengan Satgas," ucap Ristadi.

Bukan tanpa alasan.

Ristadi memaparkan persoalan utama yang tengah dihadapi industri TPT nasional:

1. importir-importir besar dengan backingan kuat dan indikasinya ada oknum pejabat terlibat

2. karakteristik konsumen masyarakat Indonesia yang lebih suka barang lebih murah dari luar negeri

3. pengusaha-pengusaha produsen yang putus asa karena high cost lalu beralih jadi pedagang/ distributor/importir. Karena dianggap jauh lebih menguntungkan daripada jadi pengusaha produsen

4. tekanan perjanjian perdagangan global yang tidak bisa dihindari Indonesia, akan ada tindakan balasan dari negara-negara yang impornya dibatasi.

Apalagi, lanjut dia, saat ini daya beli masyarakat tengah melemah.

"Penurunan daya beli ini karena masyarakat kelas menengah ke bawah banyak di-PHK, akhirnya tidak mempunyai pekerjaan. Penghasilannya menurun, bahkan hilang," jelas Ristadi.

"Harga barang impor legal murah, dan harga impor ilegalnya jauh lebih murah. Saya yakin 80-90% yang ditransaksikan di marketplace online Indonesia itu adalah barang-barang impor," tukasnya.

14.500 Pekerja Pabrik Tekstil RI Korban PHK

KSPN mencatat, sejak awal 2014, ada 6 perusahaan tekstil yang terpaksa tutup sehingga menyebabkan 11.000 orang karyawan kehilangan pekerjaannya. Lalu ada 4 pabrik yang melakukan PHK dengan total 2.800 pekerja.

Sehingga dengan ini, jumlah pekerja tekstil yang jadi korban PHK sejak awal tahun 2024 bertambah menjadi 14.500 orang per Juli 2024. Sebanyak 700-an diantaranya adalah korban PHK terbaru pabrik tekstil di Jawa Tengah.

Jika ditambah PHK pabrik kain di Jl M Toha, maka jumlah pekerja tekstil nasional yang jadi korban PHK total menjadi 15.000 orang sejak awal tahun 2024.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diam-diam PHK Pabrik Tekstil RI Makan Korban 1 Juta Orang Pekerja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular