Laporan Ekonomi Terbaru Ungkap Kelas Menengah RI Makin Merana!

M Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
Selasa, 06/08/2024 16:56 WIB
Foto: Potret Pekerja Jakarta Usai Putusan Kenaikan UMP 2024. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia-Ekonom menilai data realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024 yang baru saja dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat. Perlu intervensi pemerintah supaya kelas menengah bisa 'jajan' lagi.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menilai melemahnya daya beli menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2024 hanya 5,05% turun dari kuartal-I yang mencapai 5,11%.

"Tetap tumbuh tapi tak setinggi sebelumnya, itu kenapa di triwulan-II ini lebih rendah," kata Telisa dikutip Selasa, (6/8/2024).


Telisa mencatat selama kuartal-II 2024 terjadi perlambatan pertumbuhan pada sektor-sektor sekunder seperti fashion, lifestyle dan jasa premium. Menurutnya, pelambatan pertumbuhan sektor-sektor ini menjadi pertanda bahwa masyarakat semakin menahan belanja.

"Mereka lebih fokus ke bahan makanan yang harganya naik karena inflasi pangan," katanya.

Menurut Telisa, pergeseran konsumsi masyarakat ke 'zona makan' ini terlihat dari tumbuh pesatnya sektor industri makanan dan minuman. BPS mencatat selama kuartal II, sektor akomodasi dan makan-minum tumbuh paling tinggi 10,17% yoy. Selain itu, sektor industri makanan dan minuman juga tumbuh cukup tinggi 5,53% yoy.

"Zona makanan-minuman masih positif, informasi dan komunikasi juga masih naik karena komunikasi sudah menjadi kebutuhan pokok sekarang," kata dia.

Sebaliknya, Telisa mencatat bahwa sektor jasa tersier mulai mengalami perlambatan. Dia menilai masyarakat mulai mengurangi pengeluaran lainnya demi memenuhi kebutuhan pokok. "Nah yang tersier seperti jasa pelayanan yang orang mungkin ke spa atau gym mulai dikurangi, karena shifting untuk biaya primer dulu," kata dia.

Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal-II 2024 mencapai 5,05%. Pertumbuhan ini masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan persentase 54,53%. Adapun kontribusi konsumsi pada pertumbuhan mencapai 2,62%.

Meski memberikan kontribusi terbesar, pertumbuhan sektor konsumsi selama 3 kuartal terakhir ini tak pernah melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5%. Pada kuartal-II 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,93%.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan selepas dari pandemi Covid-19, masyarakat harus menghadapi kebijakan fiskal dan moneter yang sama-sama ketat.

Dari sisi fiskal, masyarakat harus mengahadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11%. Sementara dari moneter, masyarakat harus menghadapi suku bunga yang tinggi. Kedua faktor ini, menurut dia, turut berperan pada pelemahan daya beli masyarakat.

"Selama beberapa tahun sejak 2022, ada kebijakan yang kontraktif baik dari sisi fiskal dan moneter," kata dia.

"Penurunan daya beli masyarakat ditandai dengan pengeluaran yang meningkat dan tabungan yang menurun atau makan tabungan," kata dia.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dengan daya beli masyarakat yang kian tergerus, pemerintah wajib menunda kenaikan PPN menjadi 12%. Dia malah menyarankan PPN diturunkan ke level 8-9% untuk memberikan stimulus pada konsumsi domestik.

"Kalau bisa turunkan PPN ke range 8 sampai 9% untuk memberikan stimulus konsumsi domestik," kata dia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai tingkat konsumsi masyarakat masih bagus. Penilaiannya itu didasari dari sejumlah indikator, mulai dari masih tumbuhnya sejumlah sektor usaha hingga tingkat inflasi yang terkendali.

Airlangga mengatakan konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2024 memang di bawah pertumbuhan nasional, yakni hanya sebesar 4,93%. Namun, ia menekankan kontribusinya terhadap PDB masih dominan mencapai 54,53%.

"Kontribusinya masih dominan, konsumsi masih 54,3% dari total PDB," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin (5/8/2024).


(rsa/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AMRO Ungkap Risiko Pembengkakan Rasio Utang RI Terhadap PDB