Alarm Pendeteksi Resesi AS Bunyi, RI Siap-Siap Ketiban Berkah
Jakarta, CNBC Indonesia - Indikator pendeteksi resesi Amerika Serikat (AS) atau yang biasa dikenal Sahm Rule Indicator naik secara konsisten. Data Sahm Rule mengalami kenaikan selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Per Juli 2024 di level 0,53%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kondisi itu menandakan probabilitas resesi AS yang memang cenderung meningkat. Pemerintah Indonesia pun kata dia telah mengantisipasi potensi itu.
"Kan tercermin di probabilitas resesi yang mereka assess, ya itu kita lihat saja nanti," kata Febrio di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (6/8/2024)
Febrio menjelaskan, berdasarkan beberapa indikator inti ekonomi AS sebetulnya memang banyak yang sudah memburuk, seperti data pengangguran yang lebih besar dari ekspektasi pelaku pasar keuangan. Maka probabilitas resesi itu menurutnya akan semakin besar, membuat bank sentral AS akan semakin cepat menurunkan Fed Fund Rate.
"Sekarang ini dengan data-data yang terbaru, memang probabilitasnya kita melihat konsensusnya mengarah ke pemotongan yang lebih banyak," tutur Febrio.
Bila suku bunga acuan The Federal Reserve atau The Fed itu makin cepat turun, Febrio mengatakan, akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Termasuk makin rendahnya tingkat imbal hasil surat berharga AS atau US Treasury Tenor 10 Tahun yang makin rendah. Berimplikasi pada makin rendahnya beban suku bunga surat berharga negara (SBN) pemerintah RI.
"Suku bunga 10 tahunnya US itu sudah turun cukup tajam, itu sekarang di sekitar 3,7% dan turunnya cukup tajam dalam beberapa hari ini. Nah itu akan terlihat nanti dan sudah mulai kelihatan di suku bunga SBN rupiah kita kemarin itu sudah turun ke 6,77 %," ungkapnya.
Oleh sebab itu, dia meyakini The Fed memang akan mulai melakukan penyesuaian suku bunga dengan semakin besarnya potensi resesi AS berdasarkan The Sahm Rule. Hal ini akan memberikan banyak dampak positif bagi stabilitas makro Indonesia, mulai dari kembali masuknya aliran modal asing hingga penguatan nilai tukar rupiah.
"Artinya kita akan melihat dinamika global tersebut kalau memang turun karena memang harus mereka adjust justru dampaknya harusnya positif bagi kita. Nah itu yang harus kita pastikan dan kita kawal bahwa dinamika ini kita kelola hari demi hari, minggu demi minggu," ujar Febrio.
Sebagai informasi, Claudia Sahm merupakan pencipta indikator Sahm Rule. Indikator ini kemudian digunakan sebagai alat untuk deteksi risiko sehingga pemangku kepentingan bisa memberikan stimulus lebih awal guna menghindari pemburukan ekonomi lebih lanjut. Ide utamanya adalah untuk bertindak cepat guna mengurangi keparahan resesi dan membantu masyarakat.
Data historis menunjukkan setelah peringatan Sham Rule muncul atau angka indikatornya menunjukkan 0,50 poin persentase, angka pengangguran terus meningkat. Bahkan dalam resesi yang paling ringan, seperti pada 2001, tingkat pengangguran naik dua poin persentase dari titik terendah sebelum resesi.
Data dari Bank of America (BofA) menunjukkan bahwa sejak 1953, indikator Sahm tidak pernah salah dalam mendeteksi resesi. Indikator ini tidak pernah terpicu atau muncul di luar periode resesi.
Pada dasarnya, indikator ini ditujukan untuk mengurangi dampak resesi ketika indikator terpicu (triggered).
Aturan Sahm ini diperkenalkan untuk mendukung langkah-langkah stimulus fiskal otomatis selama pelemahan ekonomi. Sahm menyarankan agar pemerintah mendistribusikan pembayaran stimulus langsung kepada keluarga ketika tingkat pengangguran mencapai ambang batas yang ditentukan.
Bantuan ini bertindak sebagai penstabil otomatis untuk mengurangi dampak resesi. Pendekatan ini bertujuan untuk mendukung pengeluaran konsumen, yang cenderung menurun secara signifikan selama memburuknya ekonomi.
(haa/haa)