
Duh! Deflasi Tanda Dompet Warga RI Menipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi sebesar 0,18% per Juli 2024. Deflasi ini menjadi tanda bahwa masyarakat Indonesia tengah menunda belanjanya di tengah tantangan ekonomi yang menekan industri.
Ekonom Senior Indef dan Guru Besar pada Universitas Paramadina Didik J. Rachbini menilai deflasi ini secara umum merupakan gejala konsumen secara luas tidak bisa mengkonsumsi barang dengan wajar atau setidaknya menunda konsumsinya.
"Deflasi kedengarannya menguntungkan bagi konsumen karena harga yang lebih rendah, tetapi ini merupakan fenomena makro ekonomi dimana ekonomi masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya," kata Didik, Jumat (2/8/2024).
Dia berpandangan deflasi yang terjadi sekarang dapat menimbulkan dampak negatif yang luas terhadap pada perekonomian jika kebijakan makro dan kebijakan sektor riil apa adanya seperti sekarang. Yang sudah jelas ada di hadapan mata adalah penurunan Pengeluaran konsumsi.
"Konsumen menunda pembelian untuk mengantisipasi harga yang lebih rendah lagi di masa depan karena keterbatasan pendapaatannya dan banyak yang menganggur," tambah Didik.
Dalam aspek kesempatan kerja peluang pekerjaan, Didik melihat masalah pengangguran lebih berat, yang tidak bisa diukur secara baik karena fenomena sektor informal sangat banyak.
Dia menilai bantuan sosial yang sangat besar sebagai jual beli suara politik tidak membantu sama sekali memperbaiki keadaan, bahkan mendorong utang semakin besar sebagai beban ekonomi politik yang diwariskan.
Selain keadaan deflasi beruntun, dia mengungkapkan konsumsi lemah karena pendapatan turun dan PHK pengangguran yang semakin massal, pemerintah baru mendapat warisan utang yang besar selama 10 tahun terakhir ini berpotensi memicu pelemahan ekonomi ke depannya.
Dia pun melihat gabungan masalah industri yang berat, pengangguran, dan deflasi karena konsumsi menurun, maka beban dunia usaha yang dirasakan semakin berat.
"Saya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Kadin (dan Mantan Kepala LP3E Kadin Pusat), melihat tidak alternatif banyak kecuali biaya produksi harus dipangkas, yang pada gilirannya memangkas pekerja menjadi lebih sedikit lagi," katanya.
Menurutnya, dunia usaha mengalami penurunan pendapatan akibat konsumsi masyarakat turun sehingga dengan terpaksa memberhentikan pekerja atau mengurangi jam kerja.
Dia mengingatkan dalam jangka lebih panjang bisa terjadi stagnasi atau Penurunan Upah karena pada keadaan seperti ini pengusaha juga dapat memotong upah atau menghentikan kenaikan upah.
"Secara makro ini selanjutnya mengurangi permintaan secara keseluruhan dalam perekonomian," tegasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indef Blak-blakan Soal Penyebab Banyak Pabrik Sepatu Gulung Tikar