PMI Manufaktur RI Ambruk, Menperin Sentil Menteri-Tunjuk Biang Kerok
Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor manufaktur RI melemah. Terlihat dari data yang dirilis S&P Global hari ini, Kamis (1/8/2024) menunjukkan, Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia anjlok level ke 49,3 pada Juli 2024 dari posisi bulan Maret 2024 yang ada di level 54,2.
Ini adalah kontraksi pertama sejak Agustus 2021 atau hampir tiga tahun terakhir setelah bertahan di fase ekspansif selama 34 bulan sebelumnya. Sebagai informasi, PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, artinya sektor usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi atau berada di zona negatif.
Kontraksi itu dipicu oleh penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru. Permintaan pasar yang menurun jadi faktor utama penyebab penjualan turun. Disebutkan, produsen merespons kondisi ini dengan sedikit mengurangi aktivitas pembelian mereka pada bulan Juli.
Menanggapi data itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, penurunan PMI manufaktur RI terjadi setelah adanya relaksasi aturan impor. Yaitu, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang diterbitkan dan berlaku sejak 17 Mei 2024.
Agus memaparkan, PMI manufaktur pada Mei-Juli 2024 terus menurun bila dibandingkan dengan PMI manufaktur April 2024. Atau, sebelum pemberlakuan relaksasi impor.
Pada April 2024, PMI manufaktur mencapai 52,9, kemudian turun menjadi 52,1 pada Mei 2024, lalu menjadi 50,7 pada Juni 2024, dan 49,3 di Juli 2024.
"Kami tidak kaget dan logis saja melihat hasil survei ini. Karena semua sudah terprediksi ketika kebijakan relaksasi impor dikeluarkan," kata Agus dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024).
"Posisi sektor manufaktur sudah sangat sulit karena kondisi global, termasuk logistik, sangat tidak menguntungkan bagi sektor ini. Oleh sebab itu, para menteri jangan mengeluarkan kebijakan yang justru semakin membunuh industri," tukasnya.
Dia menambahkan, kondisi manufaktur bisa bergerak tumbuh lagi jika pemerintah mengembalikan kebijakan yang pro industri dalam negeri.
Agus berharap, data PMI manufaktur RI bulan Juli 2024 ini bisa membuka mata para menteri dan pemangku kepentingan akan perlunya keselarasan langkah dan pandangan dalam membangun industri dalam negeri.
"Kemenperin tidak bisa sendiri dalam hal ini. Menjaga kinerja sektor manufaktur bukan saja untuk mempertahankan agar nilai tambah tetap dihasilkan di dalam negeri. Namun juga melindungi tersedianya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia," cetus Agus.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menambahkan, data PMI manufaktur Juli 2024 juga tecermin pada hasil survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024.
"IKI Juli 2024 turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5. Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat," ujarnya.
"Beberapa faktor lain yang menahan laju ekspansi IKI yaitu pelemahan nilai tukar dan pemberlakuan kebijakan relaksasi impor pasca dikeluarkannya sekitar 26.000 kontainer dari pabean oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan tanpa pertimbangan teknis dari kementerian teknis terkait," ungkap Febri.
Dia mengatakan, kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) yang kurang tegas menimbulkan banjir produk impor, yang akan menurunkan daya saing pelaku usaha di dalam negeri.
"Dan tentu pada ujungnya mengurangi serapan tenaga kerja di dalam negeri," kata Febri.
(dce/dce)