Cerita Mendag, Barang Impor Hajar RI-Tak Diperiksa Langsung Masuk Toko

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) blak-blakan soal masuknya barang impor menyerbu pasar dalam negeri. Dia mengungkapkan, barang-barang tersebut masuk ke dalam negeri tanpa pemeriksaan, langsung masuk ke toko konsumen.
Hal itu terjadi karena sistem pengawasan barang impor sebelumnya dengan mekanisme post-border (pengawasan tata niaga impor setelah melewati kawasan kepabeanan). Hingga kemudian pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Permendag No 36 itu isinya, saya sudah tahu kalau barang luar masuk itu langsung karena post border. Langsung ke toko-toko konsumen, nggak ada lagi pemeriksaan," katanya dalam dialog Economic Update CNBC Indonesia, Selasa (30/7/2024).
"Lalu saya usul, pemeriksaan dari past border ke border. Disetujui. Jadi Bea Cukai melakukan pemeriksaan dulu, dilihat apakah sudah memenuhi SNI-nya, macam-macam lah persyaratan," tambahnya.
Dia menuturkan, Permendag No 36/2023 lahir setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) yang membahas serbuan barang impor yang menghajar pasar domestik. Hal itu, kata dia, sudah terlihat sejak 6 bulan lalu, ketika terjadi peningkatan hambatan perdagangan yang memicu semakin intensnya perang dagang antar negara-negara.
Kondisi ini memicu efek domino, serbuan barang impor ke Indonesia.
Pemerintah lalu turun tangan dengan menerbitkan Permendag No 36/2023 yang salah satu usulannya juga agar barang pekerja migran Indonesia (PMI) yang nilainya US$1.500 total dalam setahun, tidak dikenakan pajak. Hal itu lalu disepakati.
Hanya saja, dalam perjalanannya, Permendag No 36/2023 mendapat kritik. Termasuk, adanya permintaan agar ada perubahan mengenai 56 item barang yang dikirim PMI yang tidak dikenakan pajak.
Tak hanya itu, Menteri Perindustrian (Menperin) juga meminta agar impor barang yang masuk RI melalui proses pertimbangan teknis (pertek).
"Begitu di sini, ada problem di Bea Cukai. Katanya susah, barang numpuk. PMI marah, semua marah. Jadi bukan saya. Cuma karena rumah permendag saja, rumah impor. Lalu jalan keluarnya, rapat lagi di Menko (Menko Perekonomian)," paparnya.
"Diminta lagi ubah Permendag No 36/2023. Yang 56 item itu diubah. Mereka yang minta, Mendag dapat nama jelek. Risiko jabatan ya. Tapi ini tugas mereka sebetulnya. Lalu, lahirlah Permendag No 7/2024 (Permendag Perubahan Permendag No 36/2023),' jelas Zulhas.
Lalu, dalam perjalanannya, Permendag No 7/2024 itu diubah karena persyaratan Pertek yang diwajibkan dalam Permendag No 36/2023 dituding menimbulkan masalah.
"Rupanya mungkin aturan turunannya belum selesai. Barang numpuk di Priok, 26 ribu kontainer. Lihat beritanya kan. Menko sidak, Menkeu sidak. Saya waktu itu di Peru, ada pertemuan APEC, penting. Menko menelpon, katanya dalam ratas, Presiden minta agar yang Pertek-Pertek itu nggak ada lagi. Maka diubahlah menjadi Permendag No 8/2024 (Perubahan ketiga Permendag No 36/2023)," tuturnya.
"Jadi begitu sejatinya. Permendag No 8 itu saya teken dari Peru. Karena itu, memang peraturan bagus kalau dalam pelaksanannya belum bisa disinkronisasikan, itu yang akan terjadi," tukasnya.
Jurus Baru Pemerintah Lawan Serbuan Impor
Karena itulah, ujar Zulhas, kini jalan keluar yang ditempuh pemerintah adalah dengan menggunakan mekanisme Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang menyasar impor 7 komoditas.
Tujuh komoditas tersebut adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), produk tekstil lainnya, elektronik, alas kaki, pakaian, keramik, dan produk kosmetik atau kecantikan. Penetapan ketujuh komoditas itu, kata Zulhas, langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas (ratas) yang digelar beberapa waktu lalu.
"Ini menjadi perhatian Bapak Presiden dan hampir seluruh menteri. Karena beberapa industri tekstil kita tutup dan beberapa merumahkan. Ada juga beberapa industri keramik yang terancam gulung tikar dan sudah merumahkan," kata Zulhas.
"Karena itu, Bapak Presiden sekitar 2 minggu lalu memimpin ratas untuk membahas langkah apa yang harus segera dilakukan. Ada 7 komoditas yang jadi prioritas. 7 komoditas ini diminta diperhatikan. Karena itu diputuskan, akan diambil langkah yang sesuai hukum internasional berlaku," paparnya.
Langkah tersebut, lanjut Zulhas, berupa pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atas impor barang-barang 7 komoditas prioritas perlindungan pasar domestik.
"Di sini ada yang namanya KADI. Nanti hasilnya bea masuk anti dumping. Ada KPPI, hasilnya bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Skemanya, akan melihat betul impor selama 3 tahun terakhir. Kalau melonjak terus, ada ukuran-ukuran tertentu, bisa dikenakan BMTP atau BMAD. Bisa salah satu, bisa keduanya sekaligus, boleh," kata Zulhas.
"Prosedurnya, KADI melihat impor 7 komoditas tadi selama 3 tahun terakhir seperti apa. Kalau terus naik dan melonjak hingga mengancam industri dalam negeri yang di bidang itu. Nanti kita putuskan, KPPI atau KADI bisa mengenakan bea masuk. Ini boleh. Negara lain pun bisa melakukan hal sama karena ini perjanjian internasional, kesepakatan WTO," tegas Zulhas.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mendag: Satgas Impor Ilegal Tak Akan Razia Barang Impor di Ritel
