Kelas Menengah RI Berguguran, Airlangga: Bupati-Walikota Harus Kerja!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
25 July 2024 09:50
INFOGRAFIS, Sebaran Pengangguran di indonesia, Lulusan SMK Terbanyak
Foto: Infografis/ Sebaran Pengangguran di Indonesia/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu mulai bergugurannya kelas menengah di Indonesia hingga akhirnya turun kelas ke menjadi kelas menengah rentan membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo ingin kembali menggeliatkan industri padat karya dan UMKM.

Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah kata dia juga akan mendorong Pemerintah Daerah atau Pemda untuk tidak hanya menarik investasi padat modal, melainkan juga UMKM.

"Nah itu harus kerja daripada bupati-bupatinya, wali kota-bupati. Nah itu kita mengingatkan saja," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, dikutip Kamis (25/7/2024)

"Jadi jangan sampai hanya mengandalkan kepada investasi yang besar-besar. Tapi harus mendorong kegiatan UMKM misalnya, sehingga pembangunan lebih merata," tegasnya.

Ia mengakui, jika pemerintah daerah hanya mengandalkan industri padat modal yang berteknologi tinggi, tentu tidak akan bisa menyerap banyak tenaga kerja. Akibatnya, ruang kerja formal menjadi semakin sempit untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas.

"Jadi itu yang harus dipilah, tapi enggak bisa kalau industri yang padat teknologi dipadat karyakan, enggak bisa. Makanya industri padat karyanya harus didorong, aneka industri kan hampir seluruhnya padat karya," ucap Airlangga.

Jumlah kelas menengah Indonesia semakin mengecil karena tekanan kenaikan harga bahan pangan dan menurunnya pendapatan.

Besarnya tekanan kelas menengah tercermin dari melonjaknya pengeluaran untuk pangan, menurunnya penjualan motor/mobil, meningkatnya pekerja informal di Indonesia, hingga pesimisme mereka melihat ekonomi Indonesia.

Ekonom senior yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan era 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan jumlah kelas menengah di Indonesia terus merosot sejak 2019. Menurutnya, data Bank Dunia mengungkapkan pada 2018, kelas menengah sebesar 23% dari jumlah penduduk sedangkan 2019 tersisa 21% seiring membengkaknya kelompok kelas menengah rentan atau aspiring middle class (AMC) dari 47% menjadi 48%.

"Kecenderungan ini terus terjadi. Tahun 2023, kelas menengah turun menjadi 17%, AMC naik menjadi 49%, kelompok rentan meningkat menjadi 23%. Artinya sejak 2019, sebagian dari kelas menengah "turun kelas" menjadi AMC dan AMC turun menjadi kelompok rentan," tutur Chatib, kepada CNBC Indonesia.

Dengan garis kemiskinan tahun 2024 sekitar Rp 550.000, Chatib menjelaskan mereka dengan pengeluaran Rp 1,9 juta-Rp 9,3 juta per bulan masuk kategori kelas menengah. AMC adalah kelompok pengeluaran 1,5-3,5 kali di atas garis kemiskinan atau Rp 825.000-Rp 1,9 juta. Adapun rentan miskin, kelompok pe- ngeluaran 1-1,5 kali di atas garis ke- miskinan atau Rp 550.000-Rp 825.000 per bulan.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia pada Maret 2020 menjadi awal dari banyaknya tekanan kelas menengah di Indonesia. Pandemi membuat pendapatan perusahaan merosot sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain selain memangkas jumlah pekerja.

Data BPS menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia sempat melonjak 2,67 juta menjadi 9,77 juta (7,07%) per Agustus 2020 dari 7,1 juta orang (5,35) per Agustus 2019 atau sebelum pandemi.

PHK ini membuat masyarakat kemudian beralih dari pekerja formal ke informal. Data BPS menunjukkan proporsi pekerja informal Indonesia saat ini tercatat 59,17%, melesat dibandingkan per Agustus 2019 yakni 55,88%.

Banyaknya pekerja informal menunjukkan banyaknya angkatan krja yang tidak bisa diserap oleh lapangan kerja. Pekerja informal ini menjadi rentan karena mereka tidak memiliki besaran penghasilan yang pasti, banyak yang tidak dilindungi oleh asuransi, dan akan kesulitan mencari akses keuangan untuk modal ataupun mengajukan kredit lainnya.

Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia menjelaskan turunnya pengangguran Indonesia saat ini banyak ditopang oleh lapangan kerja informal. Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan di pabrik banting setir mencari pekerjaan menjadi supir taksi/ojek online atau di e-commerce.

"Mungkin sekarang ojol atau ecommerce segala macam ini which is fine orang bisa dapat duit di situ tapi prospek nya kan beda antara yang formal dan informal. Kalau formal bisa naik gaji, naik karir, tapi kalau informal gimana"," ujar Barra, kepada CNBC Indonesia.

Banyaknya pekerja informal juga membuat mereka sangat riskan terutama jika sakit. "Secara ekonomi sakit dikit miskin, kalau ojol ya kaki bengkak dikit gimana mau ngojek. Jadi kondisi ekonominya itu fine, tapi gak punya tabungan atau ada krisis sedikit Covid sedikit udah bye," ujarnya.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Situasi RI Terbaru: Kelas Atas Aman, Menengah-Bawah Menderita

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular