
Diam-Diam 6.000 Gempa Hantam RI Tiap Tahun, Ini Penjelasan Ahli BMKG

Jakarta, CNBC Indonesia - Ternyata, hasil monitoring gempa oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, setidaknya ada 6.000 kali gempa yang mengguncang wilayah Indonesia setiap tahunnya. Dengan magnitudo dan kedalaman yang bervariasi.
Data BMKG menunjukkan, ada peningkatan aktivitas gempa di wilayah Indonesia.
Tahun 2008, BMKG mencatat ada 2.407 gempa yang mengguncang Indonesia, 2.138 diantaranya memiliki magnitudo di atas 5. Sebanyak 302 diantaranya dirasakan, dengan 10 gempa tercatat sebagai gempa merusak. Jumlah itu terus meningkat.
Menurut data BMKG, tahun 2021 mencatat ada 11.386 gempa, sebanyak 11.143 diantaranya bermagnitudo di atas 5. Disebutkan, ada 27 gempa yang tercatat sebagai gempa merusak. Tahun 2021 tercatat sebagai tahun paling banyak kejadian gempa di Indonesia, dalam kurun waktu tahun 2008-2023. Di mana, pada tahun 2023, ada 10.983 kali gempa tercatat, sebanyak 25 diantaranya sebagai gempa merusak.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng utama dunia. Yaitu Indo Australia, Pasifik, dan Eurasia. Dampaknya, Indonesia memiliki 13 segmen megathrust, yaitu sumber gempa yang mampu memicu gempa besar.
Tak hanya itu. Terdapat 295 segmen sesar aktif yang sudah teridentifikasi. Namun, masih banyak lagi yang belum teridentifikasi. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara rawan gempa.
Indonesia, lanjut Daryono, merupakan wilayah dengan aktivitas kegempaan tinggi. Hal itu disampaikan dalam Webinar Update Gempa Indonesia dan Jawa Timur yang digelar Teknik Geofisika ITS bersama MTI, IGI Jatim, MGMP Geografi Jatim, dan Tunas Hijau.
"Dalam satu tahun rata-rata terjadi 6.000 kali gempa dengan berbagai variasi magnitudo (M) dan kedalaman hiposenter. Sebanyak 350 kali gempa dengan kekuatan di atas M5,0. Lalu ada 10 kali gempa merusak, dan dalam 2 tahun terjadi 1 kali gempa berpotensi tsunami," kata Daryono dalam tayangan di akun Youtube Teknik Geofisika ITS, dikutip Selasa (16/7/2024).
![]() Paparan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono dalam Webinar yang digelar ITS MTI, IGI Jai, MGMP Geografi Jatim, dan Tunas Hijau, Sabtu (13/7/2024). (Tangkapan Layar Youtube Teknik Geofisika ITS) |
Dia menjelaskan, posisi Indonesia dikepung dari berbagai arah. Termasuk tekanan lempeng Asia Pasifik, juga adanya tektonik escape dari wilayah Indo-China.
Karena itu, lanjut dia, selama di suatu lokasi di Indonesia ada sumber gempa, tidak bisa mengklaim daerah tersebut bebas dari potensi gempa.
"Seperti halnya di Gempa di pulau Bawean kemarin. Saya termasuk orang yang meyakini bahwa di laut Jawa itu low seismicity ya. Yakin bahwa gempa signifikan jarang terjadi di situ. Saya lupa di situ ada Zona Suture atau zona sesar berusia tua. Ternyata betul. Akumulasi yang sangat lambat itu bisa mengakumulasi medan tegangan kerak bumi selama ratus tahun bahkan ribu tahun. Sehingga akhirnya rilis dalam bentuk gempa kuat dan destruktif," ujarnya.
"Ini yang patut diketahui, bahwa karakteristik gempa itu seperti itu. Yang pasti Indonesia itu rawan gempa karena kita memang di daerah yang tertekan. Dari Selatan ditekan Australia, ditekan Lempeng Laut Pasifik, Laut Filipina, dan juga aspek tektonik escape dari Indo China yang menekan Indonesia. Karena India itu menekan ke Utara, maka Indo China itu menekan kita. Jadi Indonesia itu terkepung dari berbagai arah, sehingga sumber gempanya banyak," papar Daryono.
Sampai saat ini, lanjut dia, juga masih banyak sumber gempa atau sesar yang belum terpetakan. Dia pun mengingatkan potensi-potensi gempa merusak yang sebenarnya masih belum dikenal. Termasuk, gempa-gempa dengan kedalaman di atas 300 km di bawah laut (gempa deep focus) yang sampai saat ini pemicunya masih dalam perdebatan.
Karena itu, lanjut Daryono, BMKG mengembangkan monitoring, saat ini sudah ada 553 sensor. Ke depan, lanjut dia, gempa-gempa magnitudo kecil, akan bisa tercatat. Dengan sistem monitoring yang rapat ini, bukan tidak mungkin nanti dapat tercatat 10.000-an gempa yang akan terdeteksi dalam setahun.
Meski, dia menegaskan, peningkatan frekuensi aktivitas seisimik belum tentu terkait dengan penambahan pemasangan sensor gempa. Karena hal itu dilakukan pada tahun 2019.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gempa Bawean Beri Peringatan Penting, Ini Fakta-Faktanya Menurut BMKG
