'Senjata' Ampuh RI Lawan Banjir Keramik China Rawan Digugat di WTO

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 July 2024 20:10
Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk keramik tengah memasuki tahap akhir. Pemerintah RI bakal disebut-sebut bakal menerapkan BMAD keramik sampai 199%.

Namun, Ketua Umum Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSSBI) Antonius Tan menilai rencana penerapan BMAD keramik oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) itu tidak sesuai aturan yang berlaku, termasuk memenuhi ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Perhitungan tarif Anti-Dumping Final dari KADI melanggar ketentuan WTO, karena KADI menggunakan secondary data yang didapat dari sumber Direktorat Jenderal Bea Cukai, bukan menggunakan primary data yang didapat dan sudah diverifikasi secara langsung terhadap sistem pembukuan perusahaan oleh KADI berdasarkan hasil verifikasi lapangan di China pada periode 18 sampai dengan 29 September 2023 yang lalu di 9 pabrik produsen keramik di RRT. Hasil perhitungan sementara KADI berdasarkan primary data ini disampaikan pada Laporan Data Utama (Essential Facts), dengan temuan 6 - 99%," kata Anton kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/7/2024).

Namun demikian, Ia menilai KADI pada laporan akhir telah secara sepihak memutuskan untuk tidak menggunakan Primary Data masing-masing perusahaan tersebut karena adanya tuduhan terkait keabsahan data produsen keramik RRT yang disampaikan oleh pihak industri dalam negeri. Anton menyebut data dari industri dalam negeri pun tidak memiliki dasar yang kuat.

Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)Foto: Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

"Lebih jauh, *Sistem Cara perhitungan* berdasarkan Secondary Data ini juga tidak dapat diberikan kepada pihak eksportir untuk dikonfirmasi dan diklaim oleh KADI sebagai data rahasia, sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan pembelaan," ujarnya.

Apalagi pihak yang mengajukan petisi anti dumping hanya diwakili oleh tiga perusahaan di bawah Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) yakni PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindoindah, dan PT Angsa Daya. Ketiganya beralasan bahwa geliat industri keramik sedikit melambat akibat kerasnya persaingan di pasar.

"Saat penyampaian Petisi Anti Dumping Ubin Keramik, yang melakukan hanya 26% dari total produsen Dalam Negeri, yang artinya 74 % lainnya tidak terpengaruh dengan import," kata Anton.

Di sisi lain, kebutuhan terhadap keramik khusus seperti Ubin Porcelain sangat besar, dimana kapasitas produksi maksimum adalah +/- 70 Juta M2, sedangkan kebutuhan dalam negeri per tahun adalah 150 Juta m2. Artinya terdapat selisih sebesar +/- 80 Juta m2 yang dipenuhi melalui impor.

"Adanya selisih antara kebutuhan pasar domestik dengan kemampuan produksi produsen keramik dalam negeri mengakibatkan impor menjadi satu-satunya solusi yang logis oleh Importir Legal yang melakukan impor dengan membayar Pajak Bea Masuk, yang sudah dikenakan Lartas SNI, Surveyor SGS, Safeguard Tax (BMTP), PPh dan PPn Import," ujar Anton.


(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Ungkap Kisi-Kisi Aturan Penyelamatan Industri Tekstil RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular