Tangis Sedih Peternak Ayam Mandiri, Terjepit - Satu per Satu Bangkrut

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
11 July 2024 16:35
Peternak memanen telur ayam di peternakan kawasan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/2/2020). Pemerintah resmi menaikkan harga acuan daging dan telur ayam ras untuk mengimbangi penyesuaian tingkat harga di pasar yakni harga telur ayam di tingkat peternak dinaikkan dari Rp18 ribu-Rp20 ribu per kg menjadi Rp19 ribu-Rp21 ribu per kg sedangkan daging ayam ras dinaikkan dari Rp18 ribu-Rp19 ribu per kg menjadi Rp19 ribu-Rp20 ribu per kg. Lukman 45 tahun Peternak  mengatakan kenaikan harga tersebut sebagai hal yang positif. Sebab, bila tidak hal itu tentu dirasakan merugikan. Pasalnya, saat ini nilai tukar dolar terhadap rupiah tengah menguat dan mempengaruhi berbagai hal, termasuk biaya transportasi.
 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Peternak Ayam (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Pardjuni mengatakan, kondisi peternak ayam rakyat atau mandiri saat ini tengah terjepit oleh integrator. Sebab, ujarnya, yang mendapatkan keuntungan hanya pabrikan besar saja, sementara peternak rakyat semakin dibuat merugi.

Menurutnya, satu per satu peternak ayam mandiri atau peternak rakyat mulai bangkrut dan tutup usaha. 

"Kalau saat ini peternak dibilang terjepit, ya memang sangat terjepit, dan ini memang hanya pabrikan yang mendapatkan keuntungan. Integrator itu sudah jelas mendapatkan keuntungan dari penjualan pakan dan bibit ke kita," kata Pardjuni kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/7/2024).

Pardjuni mengungkapkan, kondisi biaya produksi atau Harga Pokok Produksi (HPP) di tingkat peternak sudah sangat tinggi, berkisar di angka Rp20.000-Rp21.000 per kilogram (Kg). Sementara harga jualnya justru di bawah biaya produksi, yakni sekitar Rp19.000-Rp20.000 per kg.

Adapun tingginya biaya produksi, katanya, disumbang dari harga bibit anak ayam atau DOC yang di atas 30% dari acuan pemerintah, dan harga pakan ternak yang ogah turun, padahal harga jagung sudah turun di bawah Rp5.000 per kg.

"HPP kita ini sudah tinggi sekali. Jadi kemungkinan untuk mendapatkan untung dari budidaya saat ini yang untuk peternak mandiri memang sudah sangat berat. Harga DOC ini sangat mahal sekali, jauh dari harga acuan pemerintah, yakni di atas 30% dari acuan pemerintah. Ini membuat kesulitan bagi para peternak. Kemudian ditambah harga pakan yang memang menurut saya belum sesuai dengan penurunan harga dari jagung yang mereka gunakan," ungkapnya.

Pardjuni mengatakan, para integrator itu mengambil keuntungan yang begitu besar dan membebankan biaya produksi yang mahal kepada para peternak rakyat, sehingga membuat para peternak selalu merugi.

Peternak Rakyat Gulung Tikar, Integrator Semakin Berkuasa

Lebih lanjut, Pardjuni menyebut sudah ada banyak sekali peternak rakyat yang gulung tikar akibat tak sanggup menahan beban biaya produksi, dan mengalami kerugian secara terus menerus. Ia menyebut, ada sekitar 5-10% dari jumlah peternak rakyat yang bangkrut setiap tahunnya.

"Kalau kita hitung dari tahun 2014 sampai sekarang, 10 tahun ini, mungkin peternak rakyat itu tinggal 10% dibandingkan dengan jumlah kita di 10 tahun yang lalu ya. Ini kita ngomong secara nasional," ucapnya.

"Sedangkan dari pabrikan mana yang tumbang? Rata-rata mereka malah mendapatkan hasil, bahkan bisa dikatakan mereka nggak pernah jual rugi. Jadi tidak ada perusahaan yang gulung tikar sampai dengan hari ini," imbuh dia.

Untuk itu, Pardjuni meminta kepada pemerintah agar berlaku adil bagi peternak rakyat mandiri maupun integrator. "Karena tanpa adanya dukungan pemerintah, dan kita dibenturkan terus dengan para integrator yang punya modal kuat, maka lama-lama peternak rakyat akan habis," lanjutnya.

Dengan habisnya peternak rakyat mandiri, katanya, tidak akan memberikan keuntungan bagi pemerintah. Malah justru menimbulkan masalah baru bagi pemerintah. Sebab, usaha peternak mandiri notabene-nya merupakan UMKM yang juga menyerap lapangan kerja.

"Kalau ini habis, lama-lama pengangguran akan jadi banyak. Ujung-ujungnya dikuasai oleh perusahaan, dan perusahaan itu kalau sudah menguasai dia akan mengatur aturan pemerintah,"tukasnya.

"Pemerintah pun pada saatnya nanti akan tidak berdaya dengan masalah perunggasan ini, walaupun punya menteri, punya presiden sekalipun bisa dikendalikan oleh mereka yang punya duit lebih banyak," pungkas Pardjuni.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Prabowo-Gibran, Ada Pesan Khusus dari Peternak Ayam, Ini Isinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular