Penjualan Mobil RI Loyo dan Masuk Jebakan, Pemerintah Bisa Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan mobil di dalam negeri disebut sedang mengalami stagnasi. Penjualan mobil nasional cetak rekor tertinggi di tahun 2013.
LPEM FEB UI mencatat, penjualan mobil nasional tahun 2013 mencapai 1,23 juta unit. Dan sampai saat ini, angka itu belum terlampaui. Sejak tahun 2011, penjualan terendah terjadi pada tahun 202, yakni sebanyak 532 ribu unit. Pada saat itu, Pandemi Covid-19 sedang melanda dunia.
Sementara itu, produksi mobil nasional justru terus naik dan mencapai puncak di tahun 2022. Tercatat produksi mobil nasional mencapai 1,47 juta unit, naik dari tahun 2021 yang sebanyak 1,12 juta unit.
Tahun 2023, produksi tercatat di 1,39 juta unit, dengan angka penjualan sebanyak 1,006 juta unit.
Data yang diolah LPEM FEB UI mengacu data Gaikindo itu menunjukkan, penjualan melampaui produksi terakhir terjadi di tahun 2013. Setelahnya, produksi selalu melampaui penjualan.
Di tahun 2024 ini, penjualan diprediksi mencapai 1,067 juta unit.
Namun, Gaikindo mencatat, sepanjang semester I tahun ini, penjualan mobil nasional baru mencapai 408.012 unit. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian semester I-2023 yang tercatat mencapai 506.427 unit. Artinya ada penurunan sekitar 19,43% secara tahunan, atau setara 98.415 unit.
"Dalam 10 tahun terakhir, penjualan untuk kendaraan mobil di pasar domestik masih cenderung bertahan pada angka 1 juta unit. Tentunya diperlukan langkah-langkah strategis untuk dapat meningkatkan penjualan tersebut," kata Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika dalam diskusi media, dikutip Kamis (11/7/2024).
Putu lalu merujuk pada hasil kajian akademisi dari LPEM UI. Yang menyebutkan, stagnasi penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi penurunan daya beli masyaraka.
"Sehingga menyebabkan masyarakat yang tidak dapat membeli mobil baru beralih untuk membeli mobil bekas," katanya.
"Dalam upaya mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu program untuk menstimulus pembelian mobil baru di masyarakat. Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon," tambah Putu dalma keterangan resmi.
Menurutnya, penjualan mobil nasional di tahun 2013 berhasil cetak kinerja yang cemerlang karena adanya kenaikan pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2011-2013.
Juga, efek diluncurkannya program Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2).
"Pda tahun 2021-2022 terdapat lonjakan penjualan yang dipengaruhi oleh implementasi program Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP)," katanya.
Dia memaparkan, implementasi program PPnBM DTP telah meningkatkan volume penjualan di tahun 2021 menjadi 887 ribu unit, dibandingkan dengan penjualan di tahun 2020 sebesar 532 ribu unit.
"Volume penjualan di tahun 2022 bahkan mencatatkan angka 1,048 juta unit, lebih tinggi dari angka penjualan sebelum pandemi di 2019 sebesar 1,03 juta unit," sebutnya.
"Terkait dengan upaya peningkatan penjualan mobil baru saat ini, dengan berkaca pada success story program sebelumnya, langkah yang dapat kita lakukan adalah memberikan insentif fiskal bagi kendaraan yang diproduksi di dalam negeri," cetus Putu.
Syaratnya, imbuh dia, insentif diberikan kepada kendaraan dengan persyaratan local purchase atau TKDN tertentu. Dan mengutamakan jenis-jenis kendaraan rendah emisi karbon.
Hal itu, ucapnya, untuk mengedepankan target memajukan industri komponen dalam negeri. Sekaligus menciptakan industri net zero emission.
Sedangkan, untuk mengatasi kendala dari sisi daya beli, menurut Putu perlu ada dukungan pengendalian suku bunga. Yang akan memberikan trigger kepada masyarakat agar dapat membeli kendaraan roda empat baru.
"Berkaitan dengan penurunan daya beli masyarakat, pelonggaran suku bunga untuk pembelian mobil baru secara kredit dapat menjadi salah satu opsi untuk mengembalikan minat masyarakat untuk dapat membeli mobil baru," ucapnya.
Usul Pengusaha Agar Keluar dari Jebakan 1 Juta Unit
Dalam keterangan yang sama, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menuturkan, kenaikan suku bunga global, lonjakan NPL, pengetatan pemberian kredit dari perusahaan pembiayaan berdampak pada lesunya pasar mobil di dalam negeri.
"Gaikindo kemungkinan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit, mempertimbangkan sejumlah faktor penekan pasar," katanya.
"Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat. Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar," ungkap Kukuh.
Lalu apa syarat agar penjualan mobil domestik bisa melonjak signifikan?
"Pertumbuhan ekonomi nasional mau tak mau harus dinaikkan menjadi 6-7% per tahun agar Indonesia keluar dari jebakan 1 juta unit pasar mobil domestik," kata Kukuh.
"Dengan begini, pendapatan per kapita dapat naik 5% hingga 6% per tahun, mendorong kelompok upper middle naik kelas ke affluent income group. Sehingga mendorong penjualan otomotif keluar dari jebakan 1 juta unit," paparnya.
Jurus Jangka Panjang dan Jangka Pendek Harus Dilakukan Pemerintah
Pengamat otomotif LPEM UI Riyanto menegaskan, pasar mobil domestik rata-rata tumbuh 21,3% selama 2000-2013. Capaian ini ditopang oleh kenaikan pendapatan per kapita sebesar 28,2%.
Sementara itu, selama 2013-2022, pendapatan per kapita hanya naik 3,65%, sehingga pasar mobil turun rata-rata 1,64% per tahun.
Riyanto mengusulkan dua solusi, yakni jangka pendek dan jangka panjang, untuk keluar dari jebakan pasar mobil 1 juta unit.
"Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu ditingkatkan menjadi 6% per tahun melalui reindustrialisasi. Ini agar porsi sektor manufaktur terhadap PDB bisa mencapai 25-30% atau lebih. Ini akan mendongkrak pendapatan per kapita kelompok upper middle naik ke kelas affluent," katanya.
"Jangka pendek, dia menuturkan, pemerintah perlu merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur (affluent) saat ini dapat membeli mobil baru. Bentuknya bisa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4x2," ujar Riyanto.
Di saat bersamaan, lanjut dia, perlu dirancang program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC).
"Diskon PPnBM akan mendongkrak penjualan mobil, karena harga turun. Ini akan mendongkrak produksi mobil dan suku cadang. Imbasnya, terjadi kenaikan PPN, PKB, dan BBNKB. PPh badan dan PPh orang pribadi bakal terdongkrak," jelasnya.
"Kenaikan penjualan mobil mendongkrak ekonomi nasional, berupa penambahan PDB, tenaga kerja, dan investasi. Ini berujung pada peningkatan PPh badan dan PPh orang pribadi," tutup Riyanto.
(dce/dce)