
Negeri Dewa-dewi Dilanda 'Kiamat', Pemerintah Teriak

Jakarta, CNBC Indonesia - Negeri dewa-dewi, Yunani, kini mengalami 'kiamat' kekeringan. Hujan tidak turun berbulan-bulan dan mengancam negeri itu.
Waduk terbesar di Pulau Naxos, yang hanya berguna bagi penyu yang berenang di perairan dangkalnya yang berlumpur, telah mengering. Di hilir, air laut telah meresap ke sumur irigasi yang kosong sehingga merusak tanaman kentang di pulau tersebut.
"Telah terjadi kekurangan curah hujan yang parah di seluruh Mediterania dan, khususnya di Naxos, waduk permukaan kami kosong," kata wali kota pulau itu, Dimitris Lianos, seperti dikutip Reuters, Rabu (10/7/2024).
Lebih jauh ke selatan, di Pulau Karpathos, pihak berwenang telah memberlakukan pembatasan untuk mengisi ulang kolam renang. Sementara di Pulau Thasos di utara, para pejabat tengah berupaya membangun unit desalinasi untuk membuat air laut layak minum.
Kekurangan air juga sangat parah di Naxos, pulau pegunungan berpenduduk 20.000 orang di salah satu bagian Laut Aegea yang paling populer. Padahal puluhan ribu wisatawan berbondong-bondong ke pantainya setiap hari selama musim panas.
"Dua waduk di pulau itu menampung 220.000 meter kubik (7,7 juta kaki kubik) air yang dapat digunakan, sepertiga dari level tahun lalu dan setara dengan beberapa lusin kolam renang Olimpiade," ujarnya.
Sebenarnya pemerintah telah mengamankan tiga unit desalinasi portabel yang akan mengolah air laut agar aman untuk diminum. Menurut walikota Lianos akan menutupi kekurangan air untuk rumah, hotel, dan kolam renang.
Namun, petani tidak akan menerima air olahan apapun dan harus bergantung pada sumur yang telah terkontaminasi oleh akuifer air laut. Petani mengatakan bahwa kontaminasi ini terjadi ketika sumur cukup kosong sehingga air asin dapat masuk.
Sementara itu, jutaan wisatawan mengunjungi Yunani setiap tahun untuk menikmati situs-situs kuno, pantai-pantai yang masih asli, dan perairan berwarna biru kehijauan. Namun dampak perubahan iklim, termasuk suhu yang lebih tinggi, curah hujan yang tidak menentu, dan kebakaran hutan mengancam masa depan pendorong ekonomi terbesar negara tersebut.
Para ahli iklim khawatir yang terburuk belum terjadi. Andrea Toreti, koordinator observatorium kekeringan Eropa dan global dari Copernicus Emergency Management Service, mengatakan begitu dampak kekeringan terlihat, sudah terlambat untuk mengambil tindakan.
"Kita perlu menghindari berpikir dalam mode darurat, (sebaliknya) melihat pada pencegahan dan kesiapsiagaan," kata Toreti.
(luc/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Neraka Bocor' Makan Korban di Eropa: Hutan Terbakar-Danau Mengering