Menperin Pede Konsumsi Gas Industri Domestik di 2030 Naik 2x Lipat

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 09/07/2024 17:40 WIB
Foto: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita merasa senang dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui perpanjangan pemberlakuan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah senilai US$ 6 per MMBTU untuk 7 sektor Industri bakal dilanjut. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis serapan gas bumi untuk sektor industri akan naik dua kali lipat dalam waktu enam tahun mendatang, tepatnya pada 2030.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memproyeksikan kebutuhan gas bumi untuk sektor industri manufaktur akan terus mengalami pertumbuhan. Oleh sebab itu, pihaknya perlu memastikan ketersediaan gas bumi untuk kebutuhan industri.

"Itu dalam 6 tahun ke depan akan meningkat 2 kali lipat, jadi kami mempunyai kepentingan untuk mengamankan produksi gas bumi nasional untuk kepentingan industri manufaktur dan kelistrikan nasional," ujar Agus dalam acara peluncuran PP No.20 Tahun 2024 Tentang Perwilayahan Industri, Selasa (9/7/2024).


Guna mengamankan pasokan gas bumi domestik, Agus mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan aturan main terkait pengelolaan gas bumi untuk sektor industri dan kelistrikan.

Aturan tersebut nantinya akan disusun di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri atau domestik.

"Termasuk nanti ada penetapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), harganya kita cantumkan di dalam PP, ada harga di titik wellhead, ada harga di titik plant gate secara detail. Kita putuskan atau tetapkan dalam RPP tersebut sehingga regulasi untuk mendukung ketersediaan gas untuk industri dan kelistrikan bisa siap," tambahnya.

Adapun, usulan pembentukan RPP gas bumi domestik ini juga telah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo. Selain menyetujui pembentukan RPP gas bumi, Jokowi juga menyetujui untuk dilakukannya kajian perluasan penerima program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau harga gas 'murah' untuk industri.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan realisasi penyaluran alokasi gas industri tertentu untuk pengguna Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU mengalami penurunan secara volume. Terutama dalam beberapa tahun belakangan ini.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi pada saat itu yakni Tutuka Ariadji mengatakan berdasarkan data realisasi pengguna gas bumi tertentu, dalam lima tahun belakangan ini terdapat penurunan secara volume realisasi HGBT di industri pupuk.

"Dalam 5 tahun terakhir terdapat kecenderungan penurunan volume realisasi HGBT untuk industri walaupun gak besar tidak optimal realisasi volume gas bumi tertentu khususnya di bidang pupuk," ujar Tutuka dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (3/4/2024).

Menurut dia, tidak optimalnya realisasi volume HGBT oleh industri pupuk disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya seperti mayoritas serapan pembeli yang tidak optimal akibat dari pemeliharaan dan kendala operasional pabrik.

Selain itu, terdapat keterbatasan kemampuan pasokan di sektor hulu dan adanya maintenance di hulu migas. "Kedua keterbatasan kemampuan pasokan hulu dan adanya maintenance di hulu migas yang dikelola SKK Migas. Ketiga Kepmen 91 yang berlaku," tambahnya.

Sementara, apabila melihat rencana pengembangan bisnis oleh grup PT Pupuk Indonesia, diproyeksikan kebutuhan gas bumi akan mengalami peningkatan secara signifikan ke depan. Adapun dari yang saat ini kebutuhannya mencapai 820 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) naik menjadi 1.076 MMSCFD pada tahun 2030.

"Hal ini memerlukan koordinasi dan keseriusan segala pihak agar dapat memastikan kebutuhan gas industri dapat dipenuhi industri gas nasional," kata dia.

Tutuka menyadari dari 7 sektor industri penerima HGBT, industri pupuk merupakan bidang industri yang menggunakan input gas bumi paling besar yakni sebesar 58,48%.

Meski demikian, apabila melihat dampak HGBT terhadap kriteria yang dievaluasi, bila membandingkan tahun 2022 dengan 2020 terdapat penurunan pada peningkatan tenaga kerja sebesar 4,37%, dan juga mempengaruhi pada peningkatan harga pupuk.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Permintaan Gas Naik Saat RI Terikat Kontrak Ekspor, Solusinya?