Waduh! Banjir Impor Tekstil Bikin Industri Aromatik RI Berdarah-darah

Damiana, CNBC Indonesia
08 July 2024 14:04
Kiri-Kanan) Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Reny Yanita dan Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono dalam diksusi media tentang Permendag No 8 Tahun 2024 di Jakarta, Senin (8/7/2024). (CNBC Indonesia/Damiana)
Foto: Kiri-Kanan) Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Reny Yanita dan Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono dalam diksusi media tentang Permendag No 8 Tahun 2024 di Jakarta, Senin (8/7/2024). (CNBC Indonesia/Damiana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Serbuan barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang merangsek industri di dalam negeri ternyata memicu efek domino. Tidak hanya menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga tutupnya pabrik-pabrik tekstil.

Hal itu diungkapkan oleh Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono dalam diskusi media tentang  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor di Jakarta, Senin (8/7/2024). Menurut Fajar, serbuan impor yang merangsek sektor TPT menimbulkan tantangan di industri kimia hulu nasional. 

"Saat ini industri tekstil di dalam negeri dalam situasi kebangkrutan total, mengingat pemerintah membuka seluas-luasnya impor TPT murah dengan kualitas cukup baik. Permendag No 8/2024 serta beberapa kemudahan lainnya memukul habis-habisan industri tekstil nasional," kata Fajar. 

"Pemerintah harus memutuskan apakah akan tetap mendukung industri tekstil yang saat ini mempekerjakan 3.5 juta orang. Sebab industri tekstil merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja paling besar di Indonesia," tambahnya.

Paparan Inaplas di diskusi media tentang Permendag No 8 Tahun 2024 di Jakarta, Seniin (8/8/2024). (Dok. Tangkapan Layar)Foto: Paparan Inaplas di diskusi media tentang Permendag No 8 Tahun 2024 di Jakarta, Seniin (8/8/2024). (Dok. Tangkapan Layar)
Paparan Inaplas di diskusi media tentang Permendag No 8 Tahun 2024 di Jakarta, Seniin (8/8/2024). (Dok. Tangkapan Layar)

Hal itu disampaikan karena industri TPT adalah salah satu sektor pengguna produk hasil industri kimia hulu, termasuk industri aromatik.

"Dengan turunnya produksi TPT, berdampak langsung juga terhadap turunnya produksi petrokimia di industri petrokimia hulu. Beberapa industri polyester telah menyatakan tutup, dan beberapa lainnya dapat segera menyusul jika kondisi terus memburuk. Utilisasi industri polyester saat ini hanya 50%. Ini titik di mana sulit untuk bisa mempertahankan operasional pabrik," ungkap Fajar.

"Kita ingin kepentingan industri terlindungi. Saat ini, industri aromatik di dalam negeri sudah berdarah-darah," sebutnya.

Kondisi itu, lanjut dia, diperburuk sinyal penurunan permintaan di industri lainnya yang juga pengguna produk petrokimia. Salah satunya, kata Fajar, penjualan mobil nasional yang sedang turun.

"Meski ada kenaikan penjualan di bulan Mei, namun produksi mobil saat ini menurun. Artinya di gudang sudah menipis, sementara demand begitu-begitu saja. Artinya dibutuhkan dorongan karena ada kekhawatiran soal daya beli akan berlangsung sampai akhir tahun ini," kata Fajar.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan Impor Bikin Kisruh, Mendag Zulhas Bilang Begini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular