Internasional

Partai Sayap Kanan Kuasai Prancis, Warga Muslim Harap-Harap Cemas

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Rabu, 03/07/2024 14:35 WIB
Foto: Seorang pria bersepeda di depan gas air mata ketika pengunjuk rasa berdemonstrasi menentang partai sayap kanan Rassemblement National (Reli Nasional - RN) Prancis, menyusul hasil parsial pada putaran pertama pemilihan legislatif awal tahun 2024, di Place de la Republique di Paris, Prancis, 1 Juli 2024. (REUTERS/Fabrizio Bensch)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilu Prancis bikin waswas umat Muslim. Pasalnya partai sayap kanan ekstrem National Rally (NR) yang dipimpin oleh Marine Le Pen meraih kemenangan gemilang pada putaran pertama pemungutan suara pada Minggu (30/6/2024).

Dari 6 juta Muslim Prancis merasa takut atas kemenangan partai tersebut. Salah satunya adalah Fatimata, seorang wanita Muslim Prancis berusia 22 tahun, tiba-tiba merasa seolah-olah banyak rekan senegaranya menentang keberadaannya.

"Saya merasa dikhianati oleh Prancis. Mengetahui bahwa 10,6 juta orang memilih partai yang mendukung pelarangan cadar di ruang publik sungguh menyakitkan," katanya, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (3/7/2024).


Fatimata mengenakan jilbab, memiliki kewarganegaraan ganda, dan lahir dari orang tua asing, yakni Mauritania dan Senegal. Ia dibesarkan di salah satu banlieues, pinggiran kota miskin di sekitar Paris yang merupakan rumah bagi banyak komunitas imigran dan etnis minoritas.

Le Pen sebelumnya telah menyerukan agar jilbab dilarang di tempat umum sementara Jordan Bardella, anak didiknya yang bisa menjadi perdana menteri Prancis berikutnya, telah menyebut jilbab sebagai "alat diskriminasi".

Ia telah mengecam banlieue padat penduduk di utara Paris tempat ia dibesarkan, Seine-Saint-Denis, dan berjanji untuk melarang warga negara ganda dari beberapa pekerjaan negara "paling strategis" jika partainya merebut kekuasaan.

"Saya telah mengalami perasaan menjadi orang asing di negara sendiri. Saya telah mengalami Islamisasi di lingkungan saya," kata Bardella sat itu.

Sementara Elias, seorang pria berusia 27 tahun yang bekerja di bidang pemasaran, mengatakan banyak Muslim mempertimbangkan untuk beremigrasi dari Prancis jika National Rally akhirnya berkuasa. Ini bahkan menjadi sebuah tren yang telah terjadi di antara beberapa profesional.

Meskipun merupakan reaksi yang "sah" terhadap diskriminasi atau kebangkitan sayap kanan, Elias mengatakan dia merasa "terpecah belah".

"Jika kita semua pergi, siapa yang akan terus melawan? Saya pikir penting untuk tetap tinggal, setidaknya untuk generasi mendatang," kata Elias, yang memiliki keturunan Aljazair.

"Yang juga membuat saya sangat khawatir adalah potensi peningkatan kekerasan polisi. Mungkin akan terjadi lonjakan diskriminasi rasial dan kekerasan, karena para petugas akan merasa terlindungi dan didukung oleh National Rally."

Selain Fatimata dan Elias, ketakutan juga menghampiri Tiziri Messaoudene, seorang pelajar berusia 18 tahun keturunan Aljazair. Ia menyebut posisi Bardella tentang kewarganegaraan ganda adalah yang paling menakutkan.

"National Rally mengatakan bahwa pemegang kewarganegaraan ganda tidak akan diizinkan bekerja di 'posisi strategis di negara'. Ini membahayakan masa depan saya di negara ini. Saya belajar ilmu politik dan ingin bekerja di urusan publik, jadi jika RUU ini disahkan, apakah saya akan belajar dengan sia-sia?" kata Tiziri.

Di Carpentras, kampung halaman Tiziri di Prancis selatan, National Rally memperoleh 53,51 persen suara pada Minggu.

National Rally sebelumnya dikenal sebagai Front Nasional, partai yang didirikan pada tahun 1972 oleh ayah Marine Le Pen, Jean-Marie Le Pen. Gerakan ini telah berupaya untuk melembutkan citra sayap kanan yang dibangun oleh Le Pen senior, yang dikenal karena, dan dihukum karena, ujaran kebencian rasis.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Presiden Muslim Ini Buka Dialog dengan Israel, lsyarat Damai?