Ini Alasan Jokowi Minta Restrukturisasi Kredit Diperpanjang ke 2025

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
28 June 2024 16:16
Pengantar Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, 24 Juni 2024. (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Pengantar Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, 24 Juni 2024. (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara ihwal penyebab Presiden Joko Widodo menginginkan program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di perbankan diperpanjang, meskipun program itu telah berakhir sejak Maret 2024.

Airlangga mengatakan, alasan utama Jokowi meminta program restrukturisasi kredit diperpanjang karena adanya beberapa perusahaan penjamin kredit yang meminta tambahan premium atau premi saat ini, karena adanya potensi kredit bermasalah.

"Landasannya ada beberapa perusahaan yang menjamin kredit minta tambahan premium. Wah kan kalau penjamin kredit minta tambahan premium berarti ada kredit yang bermasalah," ucap Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Sebagaimana diketahui, melalui sistem penjaminan kredit, lembaga penjamin menjembatani akses UMKM ke bank/lembaga keuangan, khususnya UMKM yang feasible namun belum bankabl. Artinya keterbatasan modal yang dimiliki UMKM disebabkan kesulitan mengakses sumber pembiayaan karena tidak mampu menyediakan agunan.

Perusahaan Penjaminan Kredit ini berfungsi menjamin pemenuhan kewajiban finansial UMKM sebagai penerima kredit dari bank/lembaga keuangan.

Meski menyebut adanya potensi kredit bermasalah hingga Jokowi minta perpanjangan program restrukturisasi, Airlangga menekankan, data rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) saat ini harus dicek kembali di perbankan. Ia juga belum bisa memastikan kapan program perpanjangan itu akan direalisasikan karena masih dalam pembahasan.

"Tapi untuk UMKM nanti akan ada solusi berbeda. (Untuk yang NPL meningkat) itu cek di perbankan," tegas Airlangga.

Sebagaimana diketahui, usulan Presiden Jokowi untuk memperpanjang program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 mendapatkan reaksi yang beragam. Meskipun banyak yang menyambut baik, banyak pula yang mengkhawatirkan potensi praktik moral hazard dari perpanjangan tersebut.

Direktur Utama Bank Mandiri (BMRI) Darmawan Junaidi mengatakan stimulus restrukturisasi kredit akan mendukung sektor usaha kecil menengah (UKM). Ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah RI.

"Baik untuk mendukung UKM terus bisa berusaha dan menumbuhkan perekonomian di berbagai kawasan di Indonesia. Perbankan menyambut baik dan akan mengikuti bagaimana petunjuk pelaksanaan kedepan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai regulator," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (24/6/2024).

Adapun bank pelat merah berlogo pita emas itu mencatatkan NPL gross turun 68 basis poin (bps) menjadi 1,02% dari semula 1,70%. Angka tersebut merupakan yang terendah di antara bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Sementara itu, Presiden Direktur Bank CIMB Niaga (BNGA) Lani Darmawan mengatakan usulan kebijakan tersebut baik bagi perbankan apabila dibutuhkan. Ia mengungkapkan bahwa program relaksasi di bank swasta terbesar kedua RI itu juga sudah berakhir, dan debitur penerima stimulus tersebut tersisa sedikit.

"CIMB Niaga sudah selesai [program] restrukturisasi Covid-19, hanya tersisa sedikit sekali sehingga tidak mengganggu asset quality. Kemungkinan ada tekanan NPL di beberapa segmen tertentu yang kami tidak banyak portfolio-nya," kata Lani saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (24/6/2024).

Sama halnya dengan Direktur Kredit Bank Danamon Indonesia (BDMN) Dadi Budiana yang mengatakan sudah tidak ada lagi debitur yang membutuhkan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di bank milik MUFG itu.

Presiden Direktur PaninBank (PNBN) Herwidayatmo mengatakan bahwa NPL terkendali, yakni gross menyusut menjadi 3,17% pada Maret 2024. Terkait usulan perpanjangan relaksasi covid-19, ia berkata, "Saya kira industri perbankan akan mengikuti saja arahan regulator."

Sementarai itu, Direktur Bank Oke Indonesia (DNAR) Efdinal Alamsyah menganggap, ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pemerintah melakukan perpanjangan, antara lain stimulus restrukturisasi yang terlalu lama bisa menciptakan moral hazard.

Dalam hal ini, debitur tidak memiliki inisiatif untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka karena adanya harapan bahwa akan terus ada keringanan. Efdinal mengatakan hal ini akan menjadi penundaan masalah.

"Alih-alih menyelesaikan masalah, restrukturisasi kredit yang berkepanjangan bisa hanya menunda masalah. Jika debitur tidak mampu memulihkan bisnis mereka, kredit macet bisa meningkat setelah masa restrukturisasi berakhir," jelasnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (24/6/2024).

Efdinal melanjutkan, perpanjangan stimulus ini juga dapat menjadi beban bagi perbankan. Ia mengatakan bank mungkin akan menghadapi beban finansial yang berat jika terus-menerus harus menanggung kredit yang direstrukturisasi, yang pada akhirnya bisa mengganggu profitabilitas dan kemampuan bank untuk memberikan kredit baru.

"Jadi perpanjangan stimulus restrukturisasi kredit bank benar-benar harus memperhatikan kondisi ekonomi saat ini, tingkat pemulihan sektor-sektor yang paling terdampak, dan kapasitas sistem perbankan untuk menyerap risiko tambahan," ucap Efdinal.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya masih akan mendalami usulan Jokowi tersebut. Dia mengatakan akan mengkaji aspek apa yang dimaksudkan dari kebijakan tersebut. Sebab, Mahendra mengatakan pencabutan restrukturisasi kredit Covid-19 perbankan sudah memperhitungkan kecukupan modal, pencadangan (CKPN), serta likuiditas.

"Dan kalau kita lihat juga pada sampai waktu terakhir ini, pertumbuhan kredit di tahun 2024 ini juga malah lebih tinggi dari tahun lalu. Jadi kalau dari segi itu sebenarnya yang terjadi maupun pada saat akhir Maret tempo hari maupun setelahnya, tidak ada yang anomali lah," kata Mahendra usai Talkshow Keuangan Bundaku OJK, Selasa (25/6/2024).

Tetapi, ia mengatakan otoritas memahami bahwa usulan ini karena ada perhatian khusus terhadap potensi dari keterbatasan pertumbuhan kredit di segmen tertentu. Hal itu yang OJK dalami dan evaluasi.

"Hanya saya garis bawahi bahwa terkait restrukturisasi kredit pandemi tempo hari, pertimbangannya, asesmennya dan juga pengawalan serta pemantauan sampai saat ini, tidak ada yang keluar dari rencana dan prakiraan semula," tutur Mahendra.


(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Puji Jokowi Saat Meresmikan Puluhan Proyek Listrik di Sumedang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular