Tak Bisa Dipungkiri! China Penikmat Besar Nikel RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menegaskan, bahwa sebagian produksi nikel di Indonesia diekspor ke China. Khususnya untuk pengembangan stainless steel dan industri mobil listrik.
Ketua Kajian Strategis Pertambangan Perhapi, Muhammad Toha menegaskan, buka ke Eropa, pada dasarnya nikel Indonesia mayoritas dari produk yang dihasilkan diekspor ke China. "Itu fakta yang tak bisa kita pungkiri," ungkap Muhammad Toha kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Kamis (13/6/2024).
Toha mengungkapkan, China menjadi negara terbesar dalam hal konsumsi nikel. Di mana, ia mengkonsumsi hampir 50,4% total konsumsi nikel di Dunia, khusus untuk industri stainless steel hingga industri mobil listrik. "Jadi dalam (Uni Eropa) sebenarnya produk-produk nikel di Indonesia itu sebenarnya tidak terlalu signifikan," ungkap Toha.
Sebagaimana diketahui, Indonesia dan Uni Eropa sedang dalam proses gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel. Anehnya, Uni Eropa sendiri sejak tahun 2018 tercatat hampir tidak pernah lagi mengimpor nikel dari Indonesia.
"Kalau kita cermati, konsumsi produksi nikel Indonesia paling besar itu kan sebenarnya diekspor ke China. Nyaris kita bahkan sejak tahun 2018 itu tidak pernah mengekspor produk kita itu ke Uni Eropa. Itu fakta yang sebenarnya harus kita ketahui bersama," ujarnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, Kamis (13/6/2024).
Toha mencatat bahwa Uni Eropa hanya mengimpor kebutuhan nikelnya dari Indonesia hanya 2%-3%-nya saja. "Setelah itu Uni Eropa itu tidak pernah mengekspor produk nikel dari Indonesia. Jadi artinya sebenarnya ketergantungan industri nikel Uni Eropa terhadap hasil produksi nikel Indonesia itu sebenarnya pada dasarnya tidak besar, tidak signifikan," tambahnya.
Senada dengan itu, Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan mengungkapkan bahwa pihaknya sempat bertanya kepada pihak UE kenapa kebijakan pelarangan ekspor nikel Indonesia harus sampai dibawa ke WTO.
Dia mengatakan kemungkinan UE menentang kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah Indonesia lantaran tren dunia atas produksi kendaraan listrik yang membutuhkan nikel lebih banyak komponen nikel dalam baterai kendaraan listrik.
"Jadi mungkin mereka juga melihat bahwa mereka juga ingin membangun industri electric vehicle (EV). Sehingga mereka memang memerlukan ingredient untuk membuat baterai, sehingga memerlukan akses untuk raw material dari nikel terhadap Indonesia," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
Namun, dia klaim Indonesia akan tetap bersikukuh terhadap kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah agar bisa membuat hilirisasi produk nikel di dalam negeri dan mendorong ekosistem baterai kendaraan listrik.
"Tapi yang penting kan di sini kita mempunyai posisi yang sangat jelas. Dan saya pikir kita memang sudah melakukan hal-hal untuk terus mempertahankan posisi itu. Dan jelas memang kita mempunyai peranan sangat besar dalam mendominasi supply chain dari hal-hal yang berhubungan dengan nikel. By-product-nya bisa macam-macam, bisa stainless steel, bisa baterai untuk EV," imbuhnya.
(pgr/pgr)