Jokowi Wajibkan Tapera Demi Atasi Masalah Ini, Bos Properti Buka Suara
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pemerintah memang tengah berupaya untuk mengurangi backlog atau kesenjangan antara total hunian terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranto buka suara terkait rencana pemerintah dalam program Tapera. Ia mengungkapkan bahwa investasi properti di kuartal I 2024 berada pada nomor 4 kontribusinya terhadap PDB, sehingga jadi sektor properti sangat penting dan akan sangat bisa mengungkit ekonomi.
"Tapera saya ngga jawab langsung Taperanya, yang harus dilihat backlog masalahnya udah ada, hampir 20% keluarga belum punya rumah, semakin lama makin ngga ditangani, ini akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat karena hunian layak jadi indikator kesejahteraan," kata Joko dalam Propertinomic CNBC Indonesia, Rabu (12/6/2024).
Masalah kedua yang muncul ialah stunting lebih hebat lagi. Lebih jauhnya, perhatian besar saat ini dibutuhkan lapangan kerja dan industri properti padat karya punya potensi untuk menyerap 14 juta lapangan kerja. Jika tidak tereduksi dari sekarang maka akan mengalami inefisiensi infrastruktur.
"Karena orang tidak yang tinggal di desa 56% kemudian 2035 akan 66% tinggal di kota. Jumlah penduduk 304 juta akan sangat bermasalah betul jika tidak dibenahi. masalah ini jangan berlarut-larut timbulkan cost lebih besar," kata Joko.
Untuk itu pengembang properti mengajukan sebuah konsep propertinomic yang didasarkan pada 4 pilar, yakni adanya institusional kementerian, dan itu sudah disampaikan ke presiden terpilih Prabowo Subianto sebanyak tiga kali. Kemudian institusional perbankan yang punya kapasitas finansial untuk bisa membarengi pemenuhan ini bisa berjalan.
"Pilar kedua mengenai pembiayaan. Pembiayaan subsidi APBN hanya 0,4% dari APBN nomenklatur kementerian PUPR nggak sampai 10%, betapa akomodasi belum cukup pemenuhan per tahun, apalagi penyelesaian backlog," kata Joko.
Ketiga soal kebijakan pemahaman atas fungsi kebutuhan atas permasalahan yang sudah timbul, yakni permasalahan perumahan ini harus disosialisasikan sehingga dapat dipahami betapa pentingnya ini bagi masyarakat, baik kebutuhan psikologi maupun fisik.
"Keempat jika bicara institusional bicara anggaran kebijakan, pada saatnya karena permasalahannya sangat berat satu dasawarsa 2010-2020 terdapat 13,5 juta backlog di 2010, 2020 backlog 12,7 juta, artinya satu dasawarsa dengan instrumen yang sama hanya turunkan ngga lebih dari 10%," ujar Joko.
(dce)