
Emas Putin Terbukti Sakti, 16.000 Sanksi Barat Keok Hantam Rusia

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Rusia masih terus menunjukan tanda-tanda yang normal. Ekonomi Negeri Beruang Putih itu tetap bertahan meski 16 ribu sanksi Barat menyerang negara itu setelah memutuskan perang dengan Ukraina Februari 2022 lalu.
Hal ini sendiri tidak lepas dari kepemilikan Moskow atas emas. Associate Professor dalam Studi Pembangunan Internasional di Universitas Dalhousie, Robert Huish, mengatakan bahwa emas membuat Rusia mulai beralih dari ketergantungannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Sejak tahun 2013, Rusia telah bersiap menghadapi sanksi Barat dan berhasil mengisolasi perekonomiannya dari transaksi yang memerlukan dolar Amerika," ujar Huish dalam sebuah kolom di Conversation.com, Selasa (11/6/2024).
Menurut Dewan Emas Dunia, Rusia kini menjadi produsen emas terbesar kedua dengan 324,7 ton pada tahun 2023, di belakang China dengan 374 juta ton. Rusia diperkirakan akan meningkatkan produksi emas sebesar empat persen per tahun hingga tahun 2026.
Pada awal tahun 2022, Rusia mematok mata uangnya, rubel, pada emas. Rencananya adalah untuk mengalihkan mata uang tersebut dari nilai yang dipatok ke dalam standar emas. Saat ini, 5.000 rubel sekarang akan bernilai satu ons emas murni.
"Biasanya alasan menyimpan cadangan emas adalah untuk menggunakannya untuk menyelesaikan transaksi luar negeri di dalam dan luar negeri," paparnya.
"Pemegang emas dapat memperdagangkannya di salah satu dari beberapa bursa emas batangan; dapat ditukar dengan mata uang untuk menyelesaikan transaksi dan kemudian ditukar kembali menjadi emas batangan."
Biasanya negara-negara menginginkan emas sebagai penopang keamanan untuk melindungi terhadap guncangan keuangan global yang lebih luas. Banyak bank sentral membeli emas dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Pada tahun 2022, sekitar 1.073 ton emas dibeli oleh seluruh bank sentral dunia. Hal ini berarti emas senilai US$ 110,6 miliar (Rp 1.800 triliun) masuk ke bank sentral secara global pada tahun 2023.
Kemenangan Putin atas Barat
Dewan Emas Dunia berpendapat bahwa emas adalah tempat paling aman untuk berinvestasi pada saat konflik. Langkah ini diambil oleh Putin dengan terus bertransaksi emas dengan negara-negara yang tidak menerapkan sanksi pada Moskow.
Uni Emirat Arab (UEA) mengimpor 96,4 ton (US$ 6,2 miliar atau Rp 10 triliun) emas Rusia pada tahun 2022 menyusul sanksi Barat. Jumlah tersebut naik 15 kali lipat dibandingkan impor tahun 2021 yang hanya 1,3 ton.
Klien besar emas Rusia lainnya adalah Swiss. Pada tahun 2022, Swiss mengimpor 75 ton emas Rusia (US$ 4,87 miliar atau Rp 8 triliun). Pada tahun 2023, Bern kembali mengimpor emas senilai US$ 8,22 miliar (Rp 13,4 triliun) dari UEA dan US$ 3,92 miliar (Rp 6,4 triliun) dari Uzbekistan, tetangga sebelah Rusia.
"Miliaran dolar emas Rusia diperdagangkan secara bebas dengan harga tertinggi sambil menghindari 16.000 sanksi tersebut. Itu sebabnya sanksi global terhadap Rusia tidak menggagalkan apa pun," kata Huish.
Tantangan Besar Rusia
Huish berpandangan bahwa Rusia tengah berusaha untuk menaikan nilai emas dunia sehingga Moskow mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar. Namun masih ada hambatan besar dalam mewujudkan hal ini.
"Untuk menggagalkan rencana Putin, kilauan emas perlu dihilangkan. Meningkatnya pasokan emas bisa menurunkan harga. Australia, Kanada, dan AS mempunyai peran penting sebagai produsen emas terkemuka," jelas Huish lagi.
Huish memaparkan eknaikan suku bunga juga cenderung menurunkan harga emas. Penjualan besar-besaran kepemilikan emas oleh pemerintah juga dapat menyebabkan penurunan nilai rubel, dan kemungkinan besar juga akan berdampak pada dolar AS dan Kanada.
"Tidak ada satu kebijakan pun yang dapat menggagalkan tujuan Putin. Kebijakan ini mengharuskan adanya gangguan terhadap pasokan emas di luar Rusia, dan hal ini mungkin berarti melibatkan UAE," tambahnya.
"Namun dengan adanya 16.000 sanksi terhadap Rusia, satu lagi sanksi cerdas terhadap UEA mungkin merupakan telur emas yang dibutuhkan Ukraina saat ini."
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Pemberontak Kuasai Desa, Rusia Terancam Perang Saudara