
Pemerintahan Netanyahu Pecah, Menteri Kabinet Perang Israel Resign

Jakarta, CNBC Indonesia - Politisi Israel dan mantan panglima militer Benny Gantz telah menindaklanjuti ancamannya untuk mengundurkan diri dari kabinet darurat perang Benjamin Netanyahu. Hak itu membuat sang perdana menteri makin bergantung pada elemen sayap kanan dalam pemerintahan koalisinya.
Gantz, saingan utama Netanyahu, mantan menteri pertahanan dan pemimpin partai Persatuan Nasional yang berhaluan kanan-tengah, bergabung dengan kabinet perang yang beranggotakan tiga orang sebagai menteri tanpa jabatan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, sebuah langkah yang dikatakan Netanyahu demi persatuan negara.
Namun ,seiring dengan berlanjutnya upaya perang Israel di Gaza, perselisihan mengenai strategi dan cara terbaik untuk memulangkan 250 sandera Israel makin terbuka lebar. Hal ini berpuncak pada Gantz yang menuduh perdana menteri mengabaikan pertimbangan strategis seperti kesepakatan penyanderaan demi kelangsungan politiknya sendiri.
Bulan lalu, dia memberikan ultimatum kepada Netanyahu bahwa pada tanggal 8 Juni dia akan menyampaikan rencana konkret "sehari setelahnya" untuk Jalur Gaza.
Gantz menunda pidato pengunduran dirinya sehari setelah penyelamatan tak terduga empat sandera Israel dalam sebuah operasi yang menurut kementerian kesehatan di Gaza menewaskan 274 orang dan melukai 696 lainnya. Penarikan partainya juga berarti Gadi Eisenkot, seorang Pasukan Pertahanan Israel (IDF), jenderal dan pengamat kabinet perang, serta menteri tanpa portofolio, Chili Tropper, juga mengundurkan diri.
"Netanyahu menghalangi kita untuk mencapai kemenangan sejati," kata Gantz dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Minggu (9/6/2024) malam. "Untuk alasan ini kami meninggalkan pemerintahan darurat hari ini, dengan berat hati, namun dengan sepenuh hati," katanya sebagaimana dilansir xi.
Gantz juga meminta Netanyahu untuk menetapkan tanggal pemilu, dan menambahkan: "Jangan biarkan bangsa kita terpecah belah."
Langkah tersebut tidak serta merta menimbulkan ancaman bagi Netanyahu, karena perdana menterinya masih mengendalikan koalisi mayoritas di parlemen. Namun hal ini berdampak pada kehormatan pemerintah Israel di panggung internasional.
Gantz yang berhaluan tengah sangat disukai di Washington, di mana ia dipandang sebagai penghambat yang berguna terhadap Netanyahu, dan ketidakhadirannya berarti bahwa sekutu sayap kanan perdana menteri tersebut kini cenderung memiliki pengaruh lebih besar terhadap jalannya perang di Gaza dan meningkatnya ancaman konflik di Gaza serta perang dengan Hizbullah di Lebanon.
Bezalel Smotrich, menteri keuangan sayap kanan, mengecam Gantz, dengan mengatakan "tidak ada tindakan yang lebih 'megah' daripada mengundurkan diri dari pemerintahan pada saat perang" karena "orang-orang yang diculik masih sekarat di terowongan Hamas".
Sementra itu, menteri keamanan nasional yang ekstremis, Itamar Ben-Gvir, telah meminta Netanyahu untuk mendapatkan kursi Gantz di kabinet perang. Kedua menteri telah berulang kali mengancam akan menarik diri dari koalisi jika Israel memberikan konsesi kepada Hamas dalam perjanjian penyanderaan dan gencatan senjata.
Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengatakan: "Keputusan Gantz dan Eisenkot untuk meninggalkan pemerintahan yang gagal adalah penting dan benar.
"Waktunya telah tiba untuk menggantikan pemerintahan yang ekstrem dan ceroboh ini dengan pemerintahan yang waras yang akan membawa kembali keamanan bagi warga Israel, kembalinya mereka yang diculik, dan pulihnya perekonomian Israel dan status internasionalnya," tambahnya. .
Netanyahu dan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, adalah dua anggota kabinet perang yang tersisa, dan juga seringkali tidak sependapat. Perdana menteri kini dikatakan sedang mempertimbangkan untuk menutup kabinet perang dan kembali ke model lama di mana isu-isu keamanan pertama kali dibahas dalam forum terbatas sebelum dipresentasikan pada pertemuan kabinet reguler, di mana ia meminta persetujuan menteri.
Perdana menteri yang sudah lama menjabat, yang menghadapi tuduhan korupsi serta pengawasan ketat atas kegagalan keamanan yang menyebabkan terjadinya 7 Oktober, diyakini secara luas menganggap tetap menjabat sebagai peluang terbaiknya untuk lolos dari tuntutan. Ia juga perlu menangkis tantangan internal dari dua partai ultra-Ortodoks dalam koalisinya mengenai masalah wajib militer.
Seperti banyak komandan tinggi Israel, Gantz, memasuki dunia politik pada 2018 setelah berkarir di militer, dan mengumumkan sebuah partai baru dengan tujuan eksplisit untuk mengakhiri cengkeraman Netanyahu dalam politik Israel.
Dia dipandang sebagai kandidat yang difavoritkan untuk memimpin koalisi baru jika pemerintahan runtuh dan pemilihan umum dini diadakan, meskipun dia tergelincir dalam jajak pendapat dalam beberapa bulan terakhir.
Partai Persatuan Nasional yang dipimpinnya pekan lalu mengajukan rancangan undang-undang untuk membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum dini.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabinet Perang Israel Pecah, Saingan Netanyahu Minta Bantuan AS
