Internasional

Warga Malaysia Ketar-ketir Gegara Covid Singapura, Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
07 June 2024 11:45
Warga yang memakai masker wajah melewati cakrawala kota selama wabah penyakit coronavirus (COVID-19), di Singapura. (REUTERS/EDGAR SU)
Foto: Covid-19 di Singapura. (REUTERS/EDGAR SU)

Jakarta, CNBC Indonesia - Melonjaknya kasus Covid-19 di Singapura telah mempengaruhi masyarakat Malaysia yang bekerja di negara itu. Hal ini dikarenakan banyaknya warga Malaysia yang bekerja pulang pergi ke Singapura sehingga takut dengan mudah terpapar dan kemudian memaparkan virus ke keluarga dan komunitas.

Media Malaysia The Star menulis warga Malaysia yang pulang pergi ke Singapura mulai memantau kesehatannya untuk menghindari penularan penyakit apa pun kepada orang lain di sekitarnya. Hal ini tetap dilakukan meski warga kedua negara telah sama-sama divaksinasi.

"Saya telah berfokus pada disiplin diri dalam hal kesehatan saya, dan ini termasuk mengawasi perasaan saya. Jika saya merasa tidak enak badan atau mengalami gejala mirip flu, saya tinggal di rumah dan mengikuti pedoman yang diperlukan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang-orang di dekat saya," kata seorang warga bernama P. Thineswara Rao, dikutip Jumat (7/6/2024).

Thineswara juga mengenakan masker dan menjaga jarak aman dari orang lai di tempat umum. Menurutnya, hal ini penting untuk melindungi diri sendiri dan orang-orang lainnya.

"Saya memastikan untuk selalu memakai masker, terutama saat berada di dekat orang lain. Saya juga menjaga jarak aman dengan rekan-rekan yang sedang merasa tidak enak badan," ujarnya.

Langkah pengamanan dari Covid-19 juga dilakukan warga Malaysia lainnya, Mohamad Ariffin Mohd Lawi. Ia mengaku mengikuti perkembangan situasi Covid-19 di kedua negara.

"Segala sesuatunya tampak normal di Singapura tanpa adanya pengumuman besar atau pedoman baru sehubungan dengan Covid-19. Saya yakin peningkatan jumlah kasus ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena sebagian besar orang telah menerima vaksinasi di Malaysia dan Singapura.

"Untuk saat ini, saya belum melakukan perubahan gaya hidup secara drastis, namun saya terus mengikuti perkembangan situasi. Jika salah satu pemerintah membuat pengumuman resmi, saya akan mengindahkannya," katanya.

Akhir Mei lalu, Menteri Kesehatan Malaysia Datuk Seri Dr Dzulkefly Ahmad mengatakan kementeriannya memantau dengan cermat situasi di Singapura karena jumlah kasus di negara itu meningkat dua kali lipat menjadi 25.900 dalam minggu antara tanggal 5 dan 11 Mei. Dari jumlah itu, sebanyak 280 rawat inap dilaporkan.

Sementara itu, pejabat Singapura masih terus berupaya untuk memberikan vaksinasi tambahan kepada warga. Negeri Singa menyebut data menunjukan vaksin benar-benar membantu mengurangi angka kematian.

"Berbagai penelitian internasional dan lokal yang dilakukan pada gelombang sebelumnya juga secara konsisten menunjukkan efektivitas vaksinasi dalam mencegah dampak parah dari infeksi Covid-19, terutama di kalangan lansia," tutur Kementerian Kesehatan (MOH) Singapura dikutip Channel News Asia (CNA).

Sebelumnya ledakan Covid-19 Singapura terjadi karena sub-varian KP.1 dan KP.2. Ini merupakan kelompok varian Covid-19 FLiRT.

KP.1 dan KP.2 mencakup lebih dari dua pertiga kasus Covid-19 di negeri itu saat ini. Namun MOH mengatakan belum ada indikasi, baik secara global maupun lokal, bahwa keduanya lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang juga beredar.

Profesor Paul Tambyah, mengutip Infectious Diseases Society of America, menyebut penyakit yang disebabkan oleh KP.2 dan KP.1 tidak separah nenek moyangnya JN.1. Namun, kata Prof Tambyah, KP.2 dan KP.1 mungkin lebih mudah menular.

"Perilaku mereka mengikuti perilaku semua virus, yang pada akhirnya berevolusi menjadi lebih mudah menular dan kurang ganas," katanya.

"Bahkan virus pandemi influenza tahun 1918 yang mematikan, yang menewaskan satu dari 50 orang di seluruh dunia, berevolusi menjadi jenis influenza musiman yang dominan pada tahun 1920 hingga 1957," ujarnya.

Seperti JN.1 dan varian Omicron sebelumnya, mungkin diperlukan waktu lima hari atau lebih sebelum seseorang mulai menunjukkan gejala setelah terpapar, meskipun gejala mungkin muncul lebih cepat. Gejalanya meliputi demam, sakit tenggorokan, pilek, dan kelelahan.

Saat ini, lebih sedikit orang yang kehilangan indera perasa dan penciuman dibandingkan pada awal pandemi, namun beberapa orang mungkin masih mengalami gejala-gejala tersebut. Orang yang terinfeksi juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti diare, mual, dan muntah, yang terkadang disalahartikan sebagai gejala norovirus.




(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Covid Singapura Meledak Lagi, 25.900 Kasus-Warga Diminta Pakai Masker

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular