
Ormas Keagamaan Dapat Jatah Tambang dari Jokowi, Perhatikan Hal Ini..

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai pemerintah perlu mengevaluasi kembali teknik lebih detail atas lahan tambang yang telah diciutkan (relinquish) oleh pemegang eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
Hal tersebut menyusul diterbitkannya aturan mengenai penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) bekas PKP2B kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Aturan ini tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 sebagai revisi PP Nomor 96 Tahun 2021.
Singgih memerinci terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi secara detail. Misalnya seperti besarnya cadangan batu bara, kualitas batu bara, infrastruktur yang harus dibangun, asumsi mining cost dan potensi pasar batu bara.
Hal ini penting dilakukan agar ormas keagamaan tidak mendapatkan wilayah yang justru "pepesan kosong" atau malah merugikan ormas itu sendiri.
"Evaluasi ini sangat penting mengingat relinquish eks PKP2B banyak yang tidak terkonsentrasi menjadi satu atau terpisah-pisah. Sehingga IUPK yang dimiliki ormas untuk dapat beroperasi harus secara detail memperhitungkan aspek investasi, dan juga potensi pasar batu bara ke depan," kata dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/6/2024).
Singgih mengatakan karena pemerintah berinisiatif memberikan penawaran khusus, maka Kementerian ESDM harus memastikan nilai penawaran telah diperhitungkan atas Kompensasi Data Informasi (KDI) yang sebelumnya data eksplorasi telah dimiliki oleh PKP2B.
"Perhitungan Harga/Nilai Kompensasi Data Informasi (KDI) harus seimbang agar tidak merugikan Pemerintah, sekaligus tidak merugikan ormas keagamaan," ujarnya.
Selain itu, mengingat ormas keagamaan diwajibkan sebagai pemegang saham mayoritas maka sebaiknya ormas keagamaan harus mempersiapkan diri dan apa saja yang dibutuhkan dalam mengelola industri pertambangan batu bara.
Persyaratan dalam PP sebelumnya terkait dengan kemampuan keuangan, kemampuan administrasi/manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan harus dimiliki ormas keagamaan atau perusahaan yang didirikan untuk mengelola tambang.
"Dengan memiliki persyaratan mengelola tambang, diharapkan ormas keagamaan dapat mengelola tambang dan mengoperasikan atas kaidah pertambangan yang benar atau good mining practice," ujarnya.
Singgih menegaskan ormas harus menyadari bahwa mengelola tambang batu bara bukan hal yang mudah. Dari sisi keteknikan bisa saja bekerja sama dengan profesional pertambangan, namun sisi pasar dimana batubara akan berhadapan dengan kebijakan transisi energi negara lain, khususnya importir terbesar Indonesia (Cina dan India).
"Maka sebelum memutuskan untuk menerima penawaran prioritas dari Pemerintah, harus tetap mempertimbangkan proyeksi jangka panjang batubara sebagai komoditas maupun sebagai energi di tengah kebijakan transisi energi," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden RI Jokowi resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Beleid anyar itu salah satunya memberikan ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk bisa mengelola WIUPK di Indonesia.
Beleid ini ditetapkan di Jakarta dan ditandatangani oleh Presiden RI Jokowi pada 30 Mei 2024. Pemerintah menyisipkan pasal 83A yang mengatur tentang penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK.
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," bunyi Pasal 83A ayat 1, dikutip Jumat (31/5/2024).
WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Dalam ayat 3 disebutkan bahwa IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
Ayat 4 menyebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Sementara Ayat 5: Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan I atau afiliasinya. Adapun pada ayat 6 disebutkan bahwa penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden," isi ayat 7.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ormas Boleh Kelola IUP Tambang, Ini Risiko yang Bisa Terjadi