Ekonomi Jepang Babak Belur, PDB Kuartal I-2024 Kontraksi 2%
Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Jepang mengalami kontraksi sebesar 0,5% secara kuartalan dan 2% secara tahunan pada kuartal I-2024. Realisasi tersebut lebih buruk dari ekspektasi para ekonom.
Secara kuartalan, para ekonom memproyeksikan kontraksi sebesar 0,3%-0,4%, sementara secara tahunan PDB kuartal I-2024 diprediksi menyusut 1,3%-1,5%.
Berdasarkan data dari kantor kabinet yang dirilis Kamis (16/5/2024), ekspor menyusut 5%, setelah tumbuh 2,8% pada kuartal sebelumnya, sementara impor turun 3,4%.
Adapun, perekonomian terpukul oleh gempa bumi besar pada 1 Januari di semenanjung Noto dan penghentian produksi di anak perusahaan raksasa otomotif Toyota, Daihatsu.
Jepang juga telah mendekati resesi sejak tahun lalu, dengan pertumbuhan 0% pada kuartal IV-2023.
Pada kuartal sebelumnya, dari Juli hingga September, PDB mengalami kontraksi sebesar 0,8%.
Jepang, yang disalip oleh Jerman sebagai negara dengan perekonomian nomor tiga dunia pada 2023, telah berjuang melawan stagnasi pertumbuhan dan deflasi selama beberapa dekade.
Namun inflasi telah meningkat, sehingga Bank of Japan pada bulan Maret dapat menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam 17 tahun.
BoJ telah menjadi salah satu bank sentral yang berbeda dalam menerapkan kebijakan moneter yang sangat longgar, sementara bank sentral lainnya menaikkan suku bunganya untuk melawan lonjakan inflasi.
Perbedaan besar yang diakibatkannya telah menambah tekanan terhadap yen, yang dalam beberapa pekan terakhir telah mencapai posisi terendah dalam tiga dekade terhadap dolar.
Pada akhir April dan awal Mei, yen sempat naik tajam terhadap greenback, memicu spekulasi bahwa pemerintah Jepang telah melakukan intervensi di pasar.
Pemerintah Jepang terakhir kali melakukan intervensi di pasar untuk mendukung yen pada Oktober 2022, ketika negara tersebut menghabiskan 6,3 triliun yen untuk operasi intervensi valas.
Mata uang Jepang pernah dianggap sebagai mata uang yang aman, dan nilainya diperkirakan akan meningkat pada saat terjadi gejolak global.
Namun hal tersebut tidak terbukti benar dalam beberapa tahun terakhir, dengan nilai tukar yen yang anjlok dari sekitar 115 per dolar sebelum invasi Rusia pada Februari 2022 ke Ukraina menjadi 160 per dolar pada bulan lalu.
Melemahnya yen baik bagi eksportir Jepang dan pengunjung asing, namun hal ini membuat impor dan perjalanan luar negeri bagi wisatawan keluar menjadi lebih mahal.
(luc/luc)