CNBC Insight

Catatan Sejarah! Banjir Bandang Dahsyat Sumbar Terjadi di Era Belanda

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Selasa, 14/05/2024 16:25 WIB
Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 37 orang meninggal dunia akibat dari banjir bandang lahar dingin di wilayah Sumatera Barat yang dipicu oleh hujan lebat dengan intensitas tinggi di wilayah hulu Gunung Marapi sejak Sabtu malam (11/05/2024). (Tangkapan Layar Video Reuters/BASARNAS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah wilayah di Sumatera Barat diterjang banjir besar, salah satunya terjadi di Kawasan Lembah Anai, sejak Sabtu (11/5/2024).

Banjir yang terus mengalir membuat jalur transportasi utama penghubung Kota Padang-Bukittinggi terputus. Arus lalu lintas pun terpaksa dialihkan ke sejumlah jalur alternatif. Selain itu, banjir juga telah membuat bangunan wisata di sekitar lokasi rata dengan tanah.

Kejadian banjir bandang di Lembah Anai ini ternyata bukan lah kali pertama terjadi. Pada 1892 atau 132 tahun lalu, Lembah Anai pernah juga dilanda banjir besar. Secara geografis, kawasan Lembah Anai yang berada di kaki Gunung Marapi membuatnya menjadi wilayah dengan intensitas hujan tinggi.


Besarnya hujan praktis memantik terjadinya bencana alam. Hal ini kadang yang membuat pembangunan infrastruktur di Lembah Anai sepanjang 10 mil atau 16 km sangat sulit dilakukan. Bahkan, ketika pemerintah kolonial membangun jalan di sana, seringkali terhambat karena hujan lebat, banjir besar, dan longsor yang merusak jembatan. 

Saat peristiwa banjir besar terjadi pada 1892, kawasan tersebut dilanda hujan terus menerus sejak beberapa hari sebelumnya. Ditambah lagi kondisi juga makin parah karena jebolnya danau di pegunungan Marapi yang tak kuat menampung hujan. 

Akibat kejadian tersebut, banjir praktis langsung mengalir deras dari hulu ke hilir dan memutus jalur transportasi utama, yakni kereta api. Kala itu, kereta api merupakan moda transportasi paling krusial.

Abrar dalam riset "Angkutan Kereta Api dan Perkembangan Ekonomi Sumatera Barat" (2001) menceritakan, Lembah Anai awalnya menjadi kawasan yang terisolir karena memiliki topografi yang rumit. Atas dasar ini, pemerintah kolonial membangun jalur kereta api disertai jembatan besi super besar  yang diresmikan pada 1890.

Jalur tersebut dilintasi kereta api pembawa hasil perkebunan dan batu bara dari daerah Agam, Air Bangis, dan Rao yang kemudian berdampak positif terhadap perekonomian. 

Sayang, itu semua hanya bertahan dua tahun karena banjir bandang yang melanda Lembah Anai. Berdasarkan foto dari Christiaan Benjamin Nieuwenhuis, kita bisa melihat bagaimana proyek infrastruktur tersebut luluh lantak. Jembatan sepanjang 50 meter roboh. Batuan dan tanah menutupi hampir seluruh bantalan rel. Belum lagi, air sungai yang meluap menutupi jalan. 

Salah satu sosok yang merekam kejadian ini adalah pengusaha nasional yang dijuluki 'Raja Mobil', yakni Hasjim Ning. Lewat otobiografi Pasang Surut Pengusaha Pejuang (1986: 17), dia bercerita bahwa kakeknya menjadi korban tragedi banjir bandang 1892. 

Kala itu, kakeknya tak bisa berpergian ke Payakumbuh karena jalur Lembah Anai yang terputus. Akibatnya, kakek Hasjim harus jalan kaki puluhan kilometer ke Kayutanam untuk melanjutkan lagi naik kereta ke Padang. 

"Dinding bukit longsor menimbuni jalan kereta api dan jalan raya, serta menghanyutkan sebuah jembatan besi sampai 50 meter ke hilir," kenang Hasjim. 

Terputusnya jalur transportasi lantas membuat pasokan bahan pangan terganggu. Bahan seperti sayur-sayuran, kentang, hingga daging tak bisa dikirim melewati Lembah Anai. Alhasil, semua bahan pangan di Kota Padang dan Bukittinggi mengalami kenaikan harga selama berbulan-bulan karena upaya rekonstruksi berlangsung lama dan mahal. 


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Korban Banjir Bandang di Texas Bertambah Menjadi 109 Orang