
Tabungan Warga RI Seret, Bankir Was-Was Ekonomi Tumbuh di Bawah 5%

Jakarta, CNBC Indonesia - Sekretaris Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Ahmad Solichin Lutfiyanto mengungkapkan, perbankan pelat merah atau badan usaha milik negara (BUMN) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan berada di bawah 5%.
Direktur Kepatuhan BRI itu memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan berada pada kisaran 4,8% sampai dengan 5,1%, dengan titik tengah di kisaran 4,97%. Perkiraan itu jauh di bawah realisasi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,05% dan proyeksi pemerintah di level 5,2%.
"Baselinenya tetap 4,97%, jadi sedikit lebih buruk dibanding 2023 yang 5,05%, ditambah kalau kita melihat konsumsi juga cenderung melemah, terutama pendapatan akan turun dan terutama di segmen grass root," kata Solichin dalam acara Seminar Kajian Stabilitas Keuangan No. 42 di Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Solichin menjelaskan, proyeksi itu didasari dari potensi pertumbuhan konsumsi masyarakat yang akan semakin menurun pasca masa Pilpres 2024. Kalangan kelas bawah semakin sulit konsumsi karena berbagai bantuan sosial atau bansos telah habis setelah masa Pemilu atau Pilpres, dan konsumsi kelas menengah stagnan karena daya belinya lemah efek pendapatan yang rendah.
"Kemarin sebelum Pileg dan Pilpres banyak 'siraman rohani' (likuiditas), nah siraman rohaninya udah selesai, begitu siraman rohani udah selesai terus lapangan kerja terutama lapangan kerja di sektor bawah itu juga tidak tersedia dengan cepat ya nanti ekonominya akan..," ucap Solichin.
"Padahal kita Indonesia sama-sama tahu ekonomi Indonesia didorong oleh konsumsi domestik," tegasnya.
Kondisi ini menurutnya diperburuk dengan penghimpunan dana pihak ketiga atau DPK yang pertumbuhannya sangat lambat, akibat uang beredar dalam arti luas atau M2 juga lambat. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya sebesar 5,4% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi sebesar Rp8.193 triliun, per Februari 2024. Ini lebih rendah dari sebulan sebelumnya sebesar 5,8% yoy.
Bank Indonesia (BI) pun telah melaporkan bahwa uang beredar pada Februari 2024 sebesar Rp 8.739,6 triliun atau tumbuh 5,3% secara tahunan. Sedikit melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 5,4%.
"Kami melihat ada korelasi positif antara M2 dan DPK bahkan korelasinya menurut kalkulasi kami nyaris 1, yakni 0,97. Jadi kalau M2 nya melambat hampir pasti pertumbuhan DPK akan melambat, dan itu akan berkolerasi sebaliknya dengan LDR (loan to deposit ratio)," tegas Solichin.
Oleh seban itu, ia mengatakan, tak aneh bila simpanan atau tabungan masyarakat juga turun dan deposito di seluruh kelas BUKU bank juga mengetat kecuali BUKU 4. Kondisi ini ia perkirakan akan menciptakan persaingan bunga deposito ke depan.
"Sehingga kita lihat segmentasi likuiditas itu sudah semakin teragregasi di masing-masing kelompok BUKU bank, kalau kelompok 4 oke aman, kalau data kami yang paling kering BUKU 1 sama BUKU 3. Nah apakah nanti akan memicu tarik-tarikan di suku bunga mungkin Bi dan OJK yang lebih tahu, tapi faktanya di pasar seperti itu," tutur Solichin.
Merujuk pada data Mandiri Spending Index yang disusun Mandiri Institute, apa yang dikatakan Solichin sejalan. Untuk indeks tabungan atau saving index kelompok atas (konsumen dengan rata-rata tabungan di atas Rp 10 juta) memang naik dari 100 pada Januari 2022 menjadi 105,1 pada Maret 2024.
Sementara itu, kelompok menengah dengan rata-rata tabungan antara Rp 1 -10 Juta, indeks tabunganya berkurang dari 100 pada Januari 2023 menjadi 96,2 per Maret 2024. Lain halnya dengan indeks tabungan kelompok bawah (tabungan kurang dari Rp 1 juta), trennya turun drastis dari kisaran 100 pada Januari 2023 ke 39,5 pada Maret 2024.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonom Ungkap 'Dosa' Pemerintah di Balik Kekeringan Uang RI