Bawang Putih Impor Masuk RI Cuma 50.000 Ton, KSP Beri Peringatan Keras
Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono memperingatkan importir bawang putih yang telah memiliki izin mengimpor bawang putih tahun ini namun tak melaksanakannya sesuai ketentuan. Hal itu disampaikan merespons realisasi pemasukan bawang impor yang sampai saat ini baru 50,7 ribu ton dari total volume persetujuan impor sebanyak 214 ribu ton.
Dia pun mengancam pemilik izin tersebut bisa masuk daftar hitam atau black list pemerintah.
"Nah ini kita perlu tanya dan kita sudah minta kepada Kementerian Perdagangan, sudah ditindaklanjuti juga. Jadi sudah dikumpulkan para importir dan didorong untuk segera merealisasikan persetujuan impor tersebut. Dalam arti kalau sudah mendapatkan izin ya diimpor, kalau sudah diimpor ya didistribusikan," kata Edy dalam Profit CNBC Indonesia, dikutip Kamis (28/3/2024).
"Kalau realisasi impor itu kan sesuatu yang di tangan kita, jadi persetujuan impor yang sudah keluar ya harus direalisasikan. kalau perlu perusahaan yang sudah memegang izin persetujuan impor tapi nggak direalisasikan ya diberi sanksi, jadi nanti nggak bisa lagi dia untuk impor. Juga yang selalu kita ingatkan, barang yang sudah diimpor itu didistribusikan atau tidak? Jangan-jangan ditahan di gudang dan sebagainya," ujarnya.
Edy menyebut kuota impor bawang putih yang dikeluarkan pemerintah itu terbatas, hanya 645 ribu ton. Sehingga, importir yang telah mendapatkan izin impor harus bertanggung jawab merealisasikan izin impornya. Sebab, izin impor yang telah diterbitkan itu tidak bisa diberikan kepada calon pemegang izin impor lainnya.
"Jadi kalau dia tidak merealisasikan, ya sudah deh di-blacklist aja, nggak usah dikasih izin impor lagi. Wong dia dikasih izin tapi nggak direalisasikan kok," tegasnya.
Hanya saja, usulan tersebut mendapat pesimisme dari Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika. Dia pun mencontohkan kewajiban menanam bawang putih di dalam negeri bagi pemilik izin impor. Meski sudah masuk daftar hitam, si pengusaha nakal bisa mengakali dengan membuat perusahaan baru.
"Ini persis wajib tanam juga. Itu kan sama harus ada sanksi. Pelaku usaha yang tidak wajib tanam itu di-blacklist. Betul di-blacklist Pak (Edy), tapi bikin perusahaan baru. Nah itu persoalannya," kata Yeka.
"Makanya kriteria importir ini harus yang betul-betul didedikasikan untuk tumbuhnya pelaku usaha, yang betul-betul profesional, baik, memenuhi semua kewajiban-kewajiban, taat terhadap regulasi," sambungnya.
Yeka menyebut sanksi blacklist ini tidak bisa memberikan solusi.
Menurutnya penegakan pada persyaratan importir yang bisa betul-betul mempertanggungjawabkan adalah poin pentingnya.
"Caranya gimana? Terbuka saja. Dalam 5 tahun ini pelaku usaha yang benar-benar menjalankan wajib tanam dan realisasi impor tepat waktu itu siapa saja sih? Nah perusahaan-perusahaan seperti itu yang seharusnya diberi apresiasi. Terus kemudian perusahaan yang memiliki kemampuan jaringan rantai distribusi siapa sih? Biar nanti perusahaan yang diberikan impor itu yang benar berjualan, bukan nanti yang diberikan impor itu adalah yang mau trading kertas, surat izin aja yang diperjualbelikan. Misalnya, orang tidak wajib tanam dikenakan sanksi, orang yang tidak merealisasikan dikenakan sanksi, tapi kan orang kan bisa lagi membentuk perusahaan baru dan mengajukan impor," tukas Yeka.
"Sehingga nanti ada kategori, misalnya bagi pelaku usaha yang betul-betul sudah mengikuti regulasi pemerintah, wajib tanamnya dilakukan, realisasi impornya tepat waktu, mereka lah yang diberikan kesempatan utama untuk melakukan impor. Nah sisanya bagi pelaku usaha baru itu harus dibina, dibuat dengan case yg misalnya dalam jumlah kecil dulu, dilihat setahun perkembangannya, baru nanti ditingkatkan setahap demi setahap. Nah dengan hal seperti itu, ada keadilan tentunya dalam mengelola perizinan terkait dengan impor bawang putih ini," pungkasnya.
(dce)