Internasional

Bos Perusahaan Minyak Warning Efek Krisis Laut Merah, Ada Kiamat Apa?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
21 March 2024 12:05
Asap mengepul dari Marlin Luanda, kapal dagang, setelah kapal tersebut dihantam oleh rudal anti-kapal Houthi, di lokasi yang disebutkan sebagai Teluk Aden, dalam gambar selebaran yang dirilis 27 Januari 2024. (@indiannavy via X/Handout via REUTERS)
Foto: Krisis Laut merah membuat bos-bos perusahan minyak memberi peringatan (via REUTERS/@INDIANNAVY VIA X)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bos perusahaan minyak memberi peringatan (warning) soal krisis Laut Merah. Ini terkait kekurangan armada kapal tanker global jika gangguan terus berlanjut selama enam bulan ke depan.

Kuwait Petroleum Corporation (KPC) misalnya. CEO Shaikh Nawaf al-Sabah menyebut ada kemungkinan armada kapal tanker tak akan tersedia untuk berlayar.

"Salah satu hal yang menurut saya mungkin kita khawatirkan adalah jika hal ini terus berlanjut hingga enam bulan ke depan, kita mungkin tidak akan memiliki armada kapal tanker yang tersedia untuk terus berlayar," kata al-Sabah dalam wawancara di sela-sela konferensi CERAWeek yang digelar S&P Global, seperti dikutip CNBC International, Kamis (21/3/2024).

Ia menyebut saat ini perusahaannya sebenarnya telah mengalihkan sejumlah besar produksi untuk melewati rute Tanjung Harapan di Afrika selama krisis berlangsung meski di waktu yang sama juga tetap berlayar di Laut Merah. Namun memang, mereka harus membuat keputusan tentang rute mana dilewati kapal setiap hari.

"Kami mempertahankan armada tanker tanker strategis karena alasan-alasan seperti ini," kata al-Sabah.

"Kami merasa puas bahwa kami dapat memasok pelanggan kami dalam jumlah yang dibutuhkan tepat waktu tanpa masalah, namun saya tidak tahu berapa banyak produsen lain yang memiliki visi strategis tersebut," tegasnya.

Meski begitu, al-Sabah masih optimis ketegangan tak akan mengarah pada konflik besar yang mengganggu pasokan minyak mentah di wilayah yang lebih luas. Ia menyebut Teluk Persia telah menghadapi banyak perang, tapi Kuwait sendiri, hanya sekali tidak  mampu mengirimkan kapalnya berlayar ketika diktator Irak Saddam Hussein melakukan invasi ke negara tahun 1990.

"Saya tidak melihat adanya ketakutan terhadap pasokan," katanya.

"Saya yakin bahwa industri dan sistemnya dilengkapi dengan baik untuk menangani potensi krisis pasokan yang mungkin terjadi," ujarnya lagi.

Sementara CEO Chevron Michael Wirth mengatakan situasi keamanan di Timur Tengah lemah dan dapat berubah-ubah. Wirth mengatakan bahwa Chevron tidak memindahkan kapal ke Laut Merah.

"Saat ini konflik di Israel dan Gaza terus berlanjut, resolusi tampaknya belum tercapai, dan risiko regional tetap tinggi," tegasnya.

Sebagai informasi, militan Houthi telah menyerang kapal komersial di Laut Merah sejak November 2023. Ini dilakukan sebagai upaya mendukung warga Palestina ketika Israel melancarkan perang di Gaza.

Serangan tersebut telah memaksa banyak perusahaan pelayaran kontainer dan tanker untuk mengalihkan lalu lintas di sekitar Tanjung Harapan di Afrika bagian selatan, sehingga menambah waktu dan biaya. Houthi sendiri awalnya menyerang kapal yang diyakini membawa kepentingan Israel, namun kini serangannya diperluas ke kapal Amerika Serikat (AS) dan Inggris, seiring serangan Barat ke Yaman.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Serangan Houthi di Laut Merah Kian Ganas, 50 Kapal Dagang Terancam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular