DPR Cecar Sri Mulyani Soal Bansos, Makan Siang Gratis & Hak Angket

M Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
19 March 2024 13:35
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. (Tangkapan Layar Yotuube Komisi XI DPR RI Channel)
Foto: Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. (Tangkapan Layar Yotuube Komisi XI DPR RI Channel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada siang ini di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (19/3/2024). Topik pembahasannya berkaitan dengan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kuartal I-2024.

Dalam rapat tersebut, Sri Mulyani mendapat banyak pertanyaan. Antara lain berkaitan dengan kebijakan bantuan sosial (bansos), makan siang gratis hingga wacana hak angket terkait pemilihan presiden.

Hal ini disampaikan oleh Gus Irawan, Fraksi Partai Gerindra yang meminta Sri Mulyani menjelaskan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp496 triliun terkait dengan Pilpres 2024.

"Kalau di publik Rp496 triliun perlinsos yang seolah itu untuk kepentingan pilpres bahkan ada yang bilang binatang saja menang itu dengan itu. Padahal yang dibelanjakan masih sangat kecil Rp8 triliun," ungkap Irawan.

Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Anis Byarwati menyoroti rencana pelaksanaan program makan siang gratis yang merupakan kebijakan dari salah satu Calon Presiden dalam Pilpres 2024.

"Tentang makan siang gratis, mumpung belum ada yang singgung. Ini kan masuk anggarannnya gimana bu menteri? kemarin sudah dicoba di SD mana gitu, kalau uji coba di SD tinggal kasih makan siang, itu kan makan di sekolah padahal itu makannya di rumah. Ini sampai sekarang belum masuk di kepala saya," kata Anis.

Perihal program tersebut juga ditanyakan Anggota Fraksi PPP Wartiah. Wartiah meminta klarifikasi, apakah benar kebijakan tersebut akan menggerun dana BOS. Di samping itu Wartiah juga meminta pandangan Sri Mulyani terkait wacana hak angket.

"Apakah bu Menkeu ada antisipasi soal yang jadi isu hangat itu adanya isu hak angket yang diajukan anggota DPR ini tentu akan pengaruhi politik dan imbasnya ke ekonomi," ungkap Wartiah.

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Hal ini dikarenakan kondisi daya beli masyarakat yang semakin lemah.

Andreas menjelaskan, kini kelompok masyarakat yang paling tertekan adalah kelas menengah. Terutama yang pendapatannya mencapai Rp4-5 juta. Menurutnya kelompok ini sudah masuk ke persoalan makan tabungan yang artinya pendapatannya tidak cukup mengakomodir kenaikan inflasi.

"Kalau kita lihat fenomena ini banyak yang sudah mulai mantab," ujarnya.

Tentu ini berbeda dengan kelompok bawah atau masyarakat miskin. Pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) dalam jumlah besar agar mereka bisa bertahan dari kenaikan inflasi dan gejolak lainnya.

Padahal, menurut Andreas, kelompok menengah merupakan penopang perekonomian nasional. Apabila tidak mendapatkan perhatian lebih, maka kelompok ini bisa turun kelas menjadi miskin.

"Kami ingin supaya dikaji lagi kenaikan PPN 12%, kita bicara bersama UU itu tapi waktu itu 12% itu kita tidak ingin sekaligus. Tentunya kondisi perekonomian, Fed juga belum menentukan bunga ini perlu kemudian perlu dikaji kembali, timingnya kalau mau naik kenapa gak tunggu kalau the Fed turunkan suku bunga," papar Andreas.


(rsa/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Serunya Pertemuan Sri Mulyani & Puan Maharani

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular