
Ekspor CPO RI 'Berantakan' Gara-Gara Eropa, China & India

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja ekspor minyak mentah kelapa sawit atau CPO dan produk turunannya dari Indonesia anjlok di tengah naiknya harga CPO di tingkat global. Eropa, China, hingga India menjadi biang kerok turunnya ekspor komoditas andalan Indonesia itu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor CPO Indonesia dan produk turunannya pada Februari 2024 hanya senilai US$ 1,20 miliar atau turun 30,39% dari Januari 2024 yang senilai US$ 1,72 miliar, sedangkan dibanding Februari 2023 yang senilai US$ 1,99 miliar turun 39,58%.
Dari sisi volume, ekspor CPO pada Februari 2024 hanya sebesar 1,42 juta ton, turun dari Januari 2024 yang sebesar 2,06 juta ton, dan Februari 2023 sebanyak 2,10 juta ton. Padahal, harganya senilai US$ 847,58/ton atau naik dari Januari 2024 US$ 835,43/ton, meski lebih rendah dari FebruariĀ 2024 US$ 947,29/ton.
"Tentunya salah satu penyebab nilai ekspor CPO turun itu disebabkan dari penurunan volume permintaan negara mitra," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
BPS mencatat, turunnya permintaan ekspor CPO dari Indonesia di antaranya dipicu oleh kalah saingnya harga CPO dari harga minyak mentah yang berasal dari biji bunga matahari. Harga minyak biji bunga matahari jatuh akibat terbukanya jalur perdagangan melalui Black Sea Grain Initiatives (Kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam)
"Dibukanya jalur perdagangan baru itu beberapa negara Eropa bisa memberikan atau supply ekspor dari sunflower dan biji-biji lainnya yang diekspor dengan harga murah, karena ini terimbas dari langkah Rusia yang menandatangani Black Sea Grain Initiative pada 2022," ucap Amalia.
"Dan dengan adanya perjanjian ini membuka jalur perdagangan baru sehingga harga sunflower oil dan biji-biji lainnya bisa lebih murah," tegasnya.
Selain akibat kalah saingnya harga jual CPO dengan minyak biji bunga matahari dari Eropa, BPS juga mencatat bahwa stok CPO di negara-negara mitra dagang utama Indonesia masih banyak, seperti di China dan India. Membuat permintaan CPO tak tinggi pada Februari 2024.
"Kami juga mencatat China dan India saat ini punya stok CPO yang relatif masih tinggi, ini sebabkan permintaan impor dari CPO ini relatif lebih rendah dibanding sebelumnya," tutur Amalia, yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas.
(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPS Ungkap Tanda Ekspor CPO Mau Bangkit Dari Kubur